ummihirzi@gmail.com

ummihirzi@gmail.com
Isi blog ini adalah makalah yang pernah saya buat dan presentasikan di IKA FK Unand, juga artikel kesehatan yang sudah dimuat di kolom Opini Media Lokal/Regional.

Mengenai Saya

Foto saya
Lahir di Bireuen, Aceh, tanggal 05 September 1977. Alumni FK Universitas Syiah Kuala Aceh. Dan telah memperoleh gelar Spesialis Anak dari Fakultas Kedokteran Universitas Andalas Padang. Aktif sebagai pengurus IDAI Aceh, IDI Aceh Besar, Anggota Komunitas Rhesus Negatif Aceh dan sebagai Konselor Menyusui juga Ketua Aceh Peduli ASI (APA)...
Ummi Dokter dr. Aslinar, SpA, M. Biomed

Tentang Ummi Dokter


Anda dapat berkonsultasi dengan kami
dengan mengirim pesan melalui !

EMAIL DI SINI

SPESIALISASI


Artikel Ummi Dokter
Our Recent Posts

Selasa, 17 Mei 2022

Cakupan Imunisasi Dasar Semakin Menurun, Salah Siapa?


 Saat ini kasus penyakit menular semakin banyak bermunculan, terutama pada bayi dan anak. Kasus yang belakangan mulai banyak terjadi adalah campak. Di setiap kabupaten/kota di Aceh, para dokter spesialis anak menemukan banyak kasus campak disertai dengan komplikasi. Penemuan kasus yang banyak tersebut harusnya sudah bisa dikatakan sebagai Kejadian Luar Biasa (KLB), dimana secara definisi KLB suspek campak adalah apabila ditemukan 5 atau lebih suspek campak dalam waktu 4 minggu berturut turut. Hampir sebagian besar kasus campak tersebut tanpa riwayat imunisasi sama sekali.

            Data dari WHO pada tahun 2020, sebanyak 17,1 juta anak di bawah satu tahun tidak menerima dosis awal vaksin DPT yang menunjukkan kurangnya akses ke imunisasi dan layanan kesehatan lainnya dan sebanyak 5,6 juta anak hanya divaksinasi sebagian. 60% di antaranya tinggal di negara berpenghasilan rendah dan menengah, termasuk Indonesia. Apalagi sejak muncul pandemi Covid-19, cakupan imunisasi rutin dalam rangka pencegahan penyakit seperti campak, rubella, semakin menurun. Misalnya, tingkat cakupan imunisasi difteri, pertusis dan tetanus (DPT3) dan campak dan rubella (MR1) berkurang lebih dari 35% pada bulan Mei 2020 dibandingkan periode waktu yang sama pada tahun sebelumnya. Secara umum di Indonesia, cakupan imunisasi rutin masih kurang optimal. Bagaimana dengan Aceh?

Berdasarkan data dari Buletin Imunisasi 2019-2021 yang dikeluarkan oleh Kemenkes, untuk wilayah Sumatera, Aceh berada di peringkat pertama dengan cakupan imunisasi sangat rendah. Untuk cakupan imunisasi dasar, pada tahun 2019 yaitu sebanyak 50,85%, tahun 2020 sebanyak 41,81% dan tahun 2021 yaitu hanya naik sedikit saja di angka 42,69%. Angka yang diperoleh Aceh sangat sedikit dibandingkan provinsi tetangga yaitu Sumatera Utara dimana cakupan imunisasi dasar mereka tahun 2019 yaitu 86,19%, pada tahun 2020 sebanyak 75,71% dan tahun 2021 80,70%. Sumatera Utara juga mengalami penurunan yang disebabkan karena kondisi pandemi, tapi angka cakupan imunisasinya jauh sekali di atas pencapaian Aceh.

            Untuk imunisasi MR (Measles Rubela/Campak Rubela) di Aceh, pada tahun 2019 cakupannya adalah 50,16%, pada tahun 2020 sebanyak 43,28% dan tahun 2021 yaitu 43,67%. Yang lebih miris lagi adalah angka cakupan imunisasi MR pada baduta (pemberian booster vaksin MR pada usia 18-24 bulan), pada tahun 2019 angka cakupan adalah 25,55% kemudian tahun 2020 sebanyak 13,43% sedangkan tahun 2021 yaitu 13,28%. Angka cakupan yang rendah juga terjadi pada cakupan imunisasi MR pada anak sekolah (kelas 1 SD), pada tahun 2019 sebanyak 28,32%, tahun 2020 yaitu 13,58% dan tahun 2021 sebanyak 15,41%. Apa yang terjadi dengan provinsi tercinta kita ini? Dimana letak kesalahannya? Salah siapakah ini?

Sejak bermunculan kelompok antivaksin yang menyebar informasi tentang bahaya imunisasi secara luas kepada masyarakat, menimbulkan ketakutan dan kekhawatiran. Berbagai isu yang dilempar oleh pegiat antivaksin antara lain bahwa imunisasi merupakan konspirasi Yahudi. Mereka menyebarkan informasi bahwa imunisasi bertujuan melenyapkan umat. Teori ini berlandaskan asumsi curiga dan kecurigaanya sama sekali tidak rasional. Isu lain yang dilempar adalah bahwa ASI bisa menggantikan imunisasi. Memang sejak lahir bayi sudah membawa perlindungan terhadap beberapa penyakit dari antibodi ibunya (IgG) yang disalurkan melalui plasenta. Bayi yang mendapat ASI juga mendapat tambahan antibodi (IgA) dari ASI. Akan tetapi perlindungan yang didapat bayi tersebut baik dari antibodi ibu atau ASI tidak bisa digunakan untuk melawan semua penyakit dan sifat perlindungannya hanya sementara

Isu lain yang dilempar dan  sangat mempengaruhi masyarakat muslim di Indonesia umumnya dan di Aceh khususnya yaitu tentang haramnya vaksin. Kita perlu tahu bahwa banyak negara muslim yang melaksanakan imunisasi di negaranya. Sampai saat ini tidak pernah terdengar ada ulama di negara muslim yang melarang imunisasi kepada bayi dan anak di negaranya. Akhirnya banyak orang tua yang terpengaruh setelah membaca informasi dari buku dan berita yang disebar oleh pegiat antivaksin, dan memutuskan untuk tidak memberikan imunisasi kepada anaknya. Hal ini tentu saja menjadi salah satu penyebab angka cakupan imunisasi semakin berkurang.

Saat ditanyakan, para orang tua mengemukakan banyak alasan mengenai mengapa anak mereka tidak dibawa untuk mendapatkan vaksin. Beberapa alasan di antaranya adalah karena khawatir anaknya demam, khawatir anaknya rewel dan harus begadang saat malam harinya, merasa imunisasi tidak berguna, merasa bahwa imunisasi membuat anaknya sakit dan malah mengalami kelumpuhan, serta ada juga yang memberikan alasan karena tidak sempat atau orang tua sibuk bekerja atau ada yang terlupa. Alasan karena isu keharaman vaksin juga ada disampaikan oleh orang tua pasien. Bagaimana solusi atas hal ini?

Berdasarkan systematic review oleh Rainey dkk, bahwa sebanyak 838 alasan kenapa masyarakat belum terimunisasi telah teridentifikasi, dimana 460 alasan kenapa masyarakat belum melakukan imunisasi adalah karena rendahnya permintaan imunisasi dari masyarakat. Bagaimana negara kita, atau provinsi kita secara khusus bisa memperbaikinya?

Keberhasilan program imunisasi diukur dengan pencapaian target cakupan imunisasi dan ditentukan juga oleh perubahan perilaku kelompok sasaran untuk peningkatan imunisasi. Maka program HCD (Human Centered Design) bisa menjadi salah satu solusi saat ini yang bisa kita tempuh. HCD saat ini sedang menjadi program yang dijalankan oleh Kemenkes dan Unicef untuk melatih para tenaga kesehatan, dan juga dari NGO/LSM. HCD merupakan suatu pendekatan yang berfokus pada seseorang. Melalui HCD kita dapat mengamati apa yang dibutuhkan, diketahui dan dilakukan dalam keseharian masyarakat yang merupakan kelompok sasaran, termasuk mencari tahu tentang kebutuhan masyarakat terhadap pelayanan imunisasi rutin. Untuk lebih memahami dan meningkatkan permintaan imunisasi, kita harus melihat bukan hanya dari sudut pandang orang tua atau keluarga saja namun juga masyarakat di sekitarnya, dan jangan hanya berfokus pada pengetahuan saja namun juga perilaku kelompok sasaran.

Nah bila ada pertanyaan siapa yang harus disalahkan atas rendahnya cakupan imunisasi di provinsi Aceh? Tentu jawabannya adalah bukan salah siapa siapa. Bukan saatnya lagi kita mencari kambing hitam atas masalah tersebut. Yang perlu kita lakukan adalah mari bersama bergenggaman tangan untuk melakukan beberapa terobosan supaya permintaan imunisasi dari masyarakat meningkat, sehingga cakupan imunisasi bisa ditingkatkan.

Pencapaian cakupan imunisasi bukan hanya menjadi tanggung jawab pemerintah, dinas kesehatan atau tenaga kesehatan saja. Akan tetapi hal tersebut menjadi tanggung jawab kita bersama, semua pihak termasuk para pemangku kebijakan lintas sektor, para pemerhati masalah kesehatan/sosial, para pekerja sosial atau anggota NGO/LSM bahkan menjadi tanggung jawab para orang tua juga. Bukankah kalau anak sehat tanpa menderita penyakit menular, maka orang tua juga akan senang? Anak bisa tumbuh kembang dengan baik dan terhindari dari berbagai penyakit menular yang bisa mengancam nyawanya. Tulisan ini sudah dimuat di Harian Serambi Indonesia tanggal 18 Mei 2022.https://aceh.tribunnews.com/2022/05/18/cakupan-imunisasi-dasar-turun-salah-siapa

Rabu, 23 Maret 2022

Ayo Periksa TBC Sekarang


Setiap tanggal 24 Maret diperingati sebagai Hari Tuberkulosis Sedunia. Pada tahun ini mengusung tema “periksa TBC sekarang, untuk masa depan yang lebih baik”. Negara kita, Indonesia masih menjadi negara dengan kasus tuberkulosis sangat tinggi di dunia, nomor tiga terbanyak setelah negara India dan China. Estimasi jumlah kasus adalah 824 ribu, angka kasus TBC anak sebanyak 33.366, dan 8003 kasus TB HIV serta angka kematian mencapai 13.110 kasus. Di dunia, mengacu pada WHO Global TB Report tahun 2020, 10 juta orang di dunia menderita TB dan menyebabkan 1,2 juta orang meninggal setiap tahunnya. 

Data dari Kementerian Kesehatan RI menunjukkan bahwa terjadi penurunan pengobatan TBC dengan cakupan 67% di tahun 2019 dan 42% di tahun 2020. Diperkirakan kondisi pandemi Covid-19 yang menjadi salah satu penyebab menurunnya cakupan pengobatan TBC dimana berkaitan dengan susahnya akses masyarakat ke layanan kesehatan, ketakutan masyarakat untuk datang ke RS karena melonjaknya kasus Covid-19.

Dunia menargetkan untuk bebas TBC pada tahun 2050, sedangkan Indonesia berkomitmen untuk eliminasi TBC di tahun 2030 yaitu penurunan angka kejadian (incidence rate) TBC menjadi 65 per 100.000 penduduk dan penurunan angka kematian akibat TBC menjadi 6 per 100.000 penduduk.  Butuh usaha berbagai pihak atau lintas sektor untuk mewujudkan hal tersebut, bukan hanya menjadi tanggung jawab sektor kesehatan saja.

Penyakit TBC bukanlah penyakit keturunan apalagi penyakit kutukan, akan tetapi merupakan penyakit menular. Penyebabnya adalah kuman Mycobacterium tuberkulosis yang ditemukan oleh Robert Koch. Robert Koch berhasil mengidentifikasi kuman tersebut pada abad ke-19 yaitu pada tanggal 24 Maret 1882 yang kemudian diperingati sebagai Hari Tuberkulosis Sedunia. Ukuran kuman mycobacterium tuberculosis sangat kecil sehingga sangat mudah terhirup dan masuk ke dalam paru. Pada sebagian kasus, apabila kita menghirup kuman tersebut maka kuman akan dihancurkan seluruhnya oleh sistem imunitas tubuh kita. Akan tetapi pada sebagian kasus lain, tidak seluruhnya dihancurkan. Kuman yang tidak dihancurkan tersebut akan terus berkembang biak dan merusak sel yang diserangnya. Kuman tersebut akan dibawa melalui kelenjar limfe sehingga menyebabkan pembengkakan (teraba pembesaran kelenjar di leher, sela paha seperti benjolan kecil). Ada yang disebut infeksi laten TBC dimana kuman TBC ada di dalam tubuh kita, tetapi dikelilingi oleh sel sel pertahanan tubuh sehingga tidak menimbulkan penyakit. Sedangkan bila sistem pertahanan tubuh tidak mampu melawan kuman TBC, maka menimbulkan gejala dan disebut sebagai sakit TBC. Masa inkubasi (saat mulai masuk kuman sampai timbul gejala klinis) yaitu berkisar 4-8 minggu.

Gejala TBC pada pasien dewasa diantaranya: (1) batuk berdahak lebih dari 2 minggu, (2) mengalami sesak nafas, (3) berat badan menurun, dan (4) keringat di malam hari tanpa aktifitas. Pada anak, gejala klinis TBC yaitu adanya keluhan demam berulang lebih dari 2 minggu tanpa sebab yang jelas. Gejala lain berupa nafsu makan berkurang, batuk lama lebih dari 3 minggu, berat badan anak tidak bertambah malah cenderung turun walaupun dengan asupan gizi yang cukup dan anak tampak lesu, serta kurang aktif bermain. Faktor yang terpenting kita mencurigai seorang anak menderita TBC adalah adanya kontak erat dengan penderita TBC dewasa. Selain itu faktor risiko yang mempermudah terjadinya penyakit TBC pada anak yaitu usia balita dan remaja lebih tinggi berisiko sakit TBC, kondisi kekebalan tubuh yang menurun yaitu misal pada kondisi HIV, gizi buruk, dan sedang dalam terapi steroid jangka panjang.

Menegakkan diagnosis TBC yaitu berdasarkan gejala klinis, pemeriksaan foto thorak, pemeriksaan sputum (dahak) , darah dan bila pada anak dilakukan terlebih dahulu uji Mantoux atau tes IGRA (Interferon Gamma Release Assays).

Obat untuk penderita TBC diberikan secara gratis baik di puskesmas maupun di rumah sakit, akan tetapi harus diminum secara teratur sesuai aturan dari dokter. Hal tersebut dimaksudkan untuk mencegah dari kebal terhadap obat TBC. Bila pengobatan TBC tidak dilakukan dengan tepat maka kuman mycobacterium tuberkulosis akan menjadi kebal terhadap pengobatan, dikenal dengan istilah Tuberculosis Multi-drug Resistant (TB MDR) atau Tuberculosis Extensively-drug Resistant (TB XDR). Hal ini harus dicegah karena apabila kuman TBC telah kebal terhadap pengobatan TBC yang ada, maka harus diberikan obat anti TB jenis lain yang harganya lebih mahal dan pengobatannya memakan waktu yang lebih lama. Malah makin menyusahkan ternyata bila sudah terjadi TB MDR.

Bagaimana pencegahan penularan TBC? Mencegah penularan dapat dilakukan dengan mengedukasi penderita supaya bisa menutup mulut saat batuk dan bersin, tidak meludah atau membuang dahak di sembarangan tempat, menghindari kontak langsung dengan anak-anak, dan membiarkan sinar matahari masuk ke dalam ruangan serta tetap mengkonsumsi makanan yang bergizi dan tentu saja menghentikan merokok (bila selama ini si penderita merokok) serta menghindari paparan asap rokok dari orang di sekitarmya.

Penyakit TBC bisa dicegah juga dengan imunisasi BCG yang diberikan saat usia 1 bulan. Efek proteksi vaksin BCG ini mulai timbul dalam 8-12 minggu setelah imunisasi. Imunisasi BCG efektif terutama untuk mencegah TBC paru, TBC Milier, TBC selaput otak (meningitis TB), TBC Tulang Belakang (Spondylitis TB). Walaupun imunisasi ini tidak mencegah 100% kejadian TBC, akan tetapi sangat efektif terutama untuk mencegah TBC yang berat.

Berdasarkan Peraturan Presiden (Perpres) no.67 tahun 2021 tentang penanggulangan TBC, disebutkan bahwa stategi nasional eliminasi TBC yaitu berupa: (1). penguatan komiten dan kepemimpinan pemerintah pusat, pemerintah provinsi dan kabupaten/kota, (2). peningkatan akses layanan TBC yang bermutu dan berpihak kepada pasien, (3). intensifikasi upaya kesehatan dalam rangka penanggulangan TBC, (4). peningkatan penelitian, pengembangan dan inovasi di bidang penanggulangan TBC, (5). peningkatan peran serta komunitas dan pemangku kepentingan dan multisektor lainnya dalam penanggulangan TBC, serta (6). Penguatan manajemen program.

Mari kita dukung program pemerintah dalam mencegah dan menanggulangi penyakit TBC ini supaya kasusnya tidak bertambah dan kasus yang sudah ada semakin menurun dan juga bisa menurunkan angka kematian akibat penyakit tersebut. Bila mempunyai gejala seperti penderita TBC, sebaiknya segera memeriksakan diri termasuk bila tinggal serumah dengan anggota keluarga atau kontak erat dengan penderita TBC aktif, makan lakukan pemeriksaan.

Dengan pemeriksaan segera, bila diketahui memang menderita TBC maka akan diberikan pengobatan selama enam bulan lamanya. Semakin cepat ditemukan kasusnya dan semakin cepat mendapat pengobatan maka komplikasi dari penyakit tersebut bisa dihindari. Dengan demikian bisa menekan penularan yang lebih luas kepada orang di sekitarnya. Maka mari periksa TBC sekarang, untuk masa depan yang lebih baik tentunya. Sudah dimuat di Harian Serambi Indonesia, 24 Maret 2022. Baca sini.

Kamis, 17 Februari 2022

Dilema Screen Time pada Anak


 Yang dimaksud dengan screen time adalah lamanya waktu yang digunakan untuk menonton berbagai media elektronik/digital yang berbasis layar baik itu televisi, komputer, perangkat seluler dan juga tablet (gadget).

Saat ini sangat sering terlihat para orang tua yang memberikan gadget kepada bayi dan anaknya supaya si bayi atau anaknya terhibur atau menjadi tenang. Mereka merasa bahwa dengan memberikan gadget, maka hal tersebut menjadi solusi sehingga anaknya yang sedang menangis atau mengamuk, menjadi diam dan tenang serta tidak lagi mengganggu pekerjaan mereka. Demikian juga halnya dengan televisi, para orang tua akan menyuguhi tayangan lagu anak anak atau pun berbagai film kartun kesukaan anak anak. Hal tersebut bukan hanya dilakukan oleh orang tua saja, akan tetapi oleh anggota keluarga lain baik kakek, nenek atau bahkan oleh pengasuh.

Apakah hal demikian boleh dilakukan? Bagaimana sebenarnya aturan pemakaian screen time pada anak? Pada tahun 2016, berdasarkan rekomendasi American Academic of  Paediatric (AAP), bahwa untuk anak usia kurang dari 18 bulan, aktivitas screen time tidak dianjurkan kecuali untuk video chatting (secara interaktif-responsif).Video call masih dibolehkan karena bisa sebagai media interaksi dimana ada keterlibatan bayi untuk bisa berinteraksi terutama untuk keluarga yang jauh.

Kemudian pada anak usia 18-24 bulan hanya memilih konten program yang berkualitas untuk anak dan supaya dimainkan bersama dengan orang tua sehingga dengan demikian anak bisa mengetahui cara yang terbaik untuk menggunakannya. AAP menyarankan supaya menghindarkan anak melakukan kegiatan screen time tanpa pendampingan orang tua. Untuk anak di atas 24 bulan, pemakaian screen time hanya 1 jam per hari maksimal dan tetap memilih konten yang berkualitas serta butuh pendampingan orang tua juga.

            Rekomendasi terbaru dari WHO pada tahun 2019 yang meliputi ketentuan tentang aktivitas fisik, perilaku screen time sedentarian (fisik anak relatif diam dan pasif) dan waktu tidur. Untuk usia kurang dari 1 tahun, nol menit screen time, sebanyak 30 menit aktivitas fisik dan waktu tidur 14 sampai 17 jam (untuk usia 0-1 bulan), 12 sampai 16 jam untuk usia 1-12 bulan. Pada anak usia 1 sampai 2 tahun maka untuk screen time adalah nol menit, di atas 2 tahun tidak boleh lebih dari satu jam, dengan aktivitas fisik selama 3 jam dan waktu tidur 11 sampai dengan 14 jam. Pada anak usia 3 sampai 4 tahun, screen time tidak dibolehkan lebih dari satu jam dengan aktivtas fisik 3 jam dan waktu tidur 10 sampai dengan 13 jam.

Nah bagaimana yang selama ini kita lakukan dalam keseharian? Sudah bijakkah kita para orang tua dalam memberikan gadget atau membebaskan anak anak menonton televisi? Nyatanya saat ini banyak sekali pengaruh negatif akibat dari screen time tersebut. Baik dari saat masa bayi , anak maupun anak remaja bahkan saat ini para orang tua sangat ketergantungan dengan benda yang bernama handphone (HP). Tentu banyak manfaat yang didapatkan dari HP, mulai dari kelancaran komunikasi (mendekatkan yang jauh), urusan keluarga, pekerjaan, dan lain lain. Akan tetapi bila salah dengan penggunaannya maka akibatnya juga fatal.

Karena banyaknya efek negatif, seorang ibu menyusui juga diberikan peringatan dalam menggunakan gadget. Ada istilah yang disebut dengan brexting yaitu kebiasaan menyusui sambil bermain gadget. Efek yang ditimbulkan adalah bisa mengganggu bonding (rasa kedekatan, kasih sayang ibu dan anak), ibu tidak mengenal sinyal lapar dan kenyang bayinya dan rasa tidak nyaman bayinya serta efek radiasi kepada bayi dan merusak mata.

Hormon anak bisa terganggu karena penggunaan gadget oleh ibunya terutama pada malam hari. Hormon melatonin yang dihasilkan oleh kelenjar pineal bisa turun akibat sinar biru dari HP sehingga anak menjadi sulit tidur. Bila sulit tidur, maka hormon lain juga menjadi terganggu dan mengganggu tumbuh kembang bayi/anak. Kebiasaan menyusui sambil bermain gadget akan membuat ibu menjadi tidak fokus saat menyusui.

Seorang ibu seharusnya fokus pada bayinya saat menyusui dan memberikan stimulasi kepada bayi baik dengan mengajaknya mengobrol, menyentuh bayinya atau mengajak senyum. Hal tersebut termasuk dalam stimulasi bicara, penglihatan dan pendengaran. Fokus kepada bayi saat menyusui akan membuat ibu dan bayi nyaman. Saat menyusui, bayi biasanya akan menatap ke arah mata ibunya. Saat itulah terjadi kontak mata antara ibu dan bayi sehingga  menjadi saat yang baik untuk berkomunikasi. Isapan bayi pada payudara ibu sangat penting untuk meningkatkan hormon prolaktin, salah satu hormon yang menghasilkan ASI. Keterikatan ibu dengan anak selama masa awal  kehidupan itu sangat penting, sehingga bila  keterikatan ini terinterupsi, maka anak kemungkinan akan mengalami masalah kecemasan di  masa mendatang.

Penggunaan screen time pada bayi juga mengganggu perkembangan terutama dalam perkembangan bahasa. Dari beberapa penelitian disebutkan bahwa salah satu penyebab keterlambatan bicara pada anak disebabkan oleh pemakaian gadget. Mengapa demikian? Pada saat anak terpapar screen time, anak hanya menonton saja tanpa tidak ada interaksi dua pihak.

Menjadi pemandangan yang biasa terlihat di setiap keluarga dimana anak sudah dibekali HP sejak dari kecil. Awalnya mungkin orang tua berpikir hal tersebut adalah bagian dari kasih sayangnya kepada anak, akan tetapi ternyata hal tersebut malah akan menjadi bumerang. Semakin banyak waktu yang dihabiskan anak menggunakan gadget terutama bila berselancar di dunia maya, maka makin besar peluang untuk terpapar materi yang tidak sesuai usia mereka. Hal tersebut tentu sangat tidak sehat, karena anak menghabiskan waktu sendirian memandangi layar komputer dan tanpa melakukan aktivitas fisik.

Sangat diharapkan kebijaksanaan para orang tua supaya tetap memperhatikan berbagai hal dalam penggunaan screen time yaitu antara lain tidak melakukan kegiatan screen time saat di kamar tidur, saat anak makan dan pada 1 jam sebelum tidur. Gadget tidak digunakan sebagai wadah untuk menenangkan perilaku anak dan supaya orang tua mempunyai berbagai alternatif aktivitas lain untuk belajar memecahkan masalah dan untuk menenangkan serta menghibur si anak. Kegiatan outdoor merupakan salah satu kegiatan yang sangat berguna dalam mengurangi paparan screen time pada anak. Antara lain bisa dengan bermain petak umpet, bermain sepeda, berenang, jalan jalan menikmati indahnya suasana alam dan lain sebagainya. Anak akan terbiasa beraktifitas dan tidak teringat untuk bermain games di gadgetnya.

Akan sangat susah nantinya kalau anak sudah mengalami ketergantungan dengan gadget. Mau tidur akan bermain gadget sebagai pengantar tidurnya, baru bangun tidur akan mencari HP untuk kesenangannya ditambah di keseharian akan mengurung diri di kamar hanya asyik dengan games di Hpnya. Biarlah tega hai para orang tua, biarlah mereka menangis karena tidak kita berikan HP dari pada kita nantinya yang menangis karena efek buruk dari HP yang terjadi pada anak kita. Bagaimana, sepakat? Sudah dimuat di Harian Serambi Indonesia tanggal 18 Feb 2022. Baca Sini

Senin, 17 Januari 2022

Vaksin Covid-19, Kepentingan Siapa?

Setelah dilaunching selama satu tahun (tepatnya tanggal 13 Januari 2021), pelaksanaan vaksinasi Covid-19 terus berjalan sampai sekarang. Bahkan saat ini sejak Desember 2021 sudah dicanangkan pemberian vaksin tersebut untuk anak usia 6 sampai 11 tahun dan pada 12 Januari 2021 akan dimulai pemberian booster (dosis ketiga) vaksin Covid kepada seluruh masyarakat, yang pada awalnya kita ketahui bersama bahwa booster vaksin Covid hanya diberikan kepada tenaga kesehatan namun kemudian pemerintah memutuskan untuk memperluas pemberian dosis lanjutan tersebut.

            Tujuan pemberian dosis lanjutan vaksin Covid yaitu penting untuk meningkatkan antibodi secara penuh agar terhindar dari virus SARS-Cov. Beberapa studi juga menunjukkan bahwa terdapat peningkatan kekebalan tubuh pada mereka yang diberikan booster ketiga vaksin Covid-19.

Sampai saat ini, cakupan vaksinasi Covid untuk nasional berdasarkan data dari Kementerian Keseharan RI per tanggal 11 Januari 2021, dengan jumlah sasaran 208.265.720, cakupan vaksinasi dosis pertama sebanyak 82,3%, cakupan dosis kedua adalah 56,34%. Sedangkan untuk Aceh berdasarkan data dari Dinas Kesehatan provinsi Aceh sampai tanggal 8 Januari 2021, dengan total sasaran yaitu 4.028.891, cakupan vaksinasi dosis pertama yaitu 71,4%, cakupan vaksinasi dosis kedua adalah 30,8%. Untuk vaksinasi dosis ketiga khusus tenaga kesehatan mencapai 70%.

Saat ini pemerintah pusat dan daerah terus gencar mengkampanyekan vaksin Covid-19. Dengan berbagai cara mengajak masyarakat untuk mau dengan sukarela mendatangi gerai gerai vaksin yang sudah buka di banyak tempat. Banyak promosi yang ditawarkan kepada masyarkat yang mau datang ke gerai vaksin, baik berupa pemberian hadiah sembako, alat elektronik (televisi, kulkas, dan lain lain), sepeda motor, bahkan ada yang memberikan hadiah umrah. Luar biasa usahanya.

Masyarakat juga bisa mendatangi setiap rumah sakit atau puskesmas. Mereka diharapkan tidak termakan isu hoaks atau sesat tentang vaksin. Sebaiknya mencari informasi yang valid dari sumber terpercaya. Kita sebagai masyarakat mari percayakan keputusan pemberian vaksin tersebut adalah yang terbaik bagi bangsa ini, dalam hal untuk memberantas dan menghentikan pandemi ini. Tidak perlu mencari cari alasan untuk menolaknya.

Bukankah mendapatkan vaksin Covid-19 ini juga buat kepentingan diri sendiri dan keluarga?  Atau apakah ada yang merasa ini merupakan kepentingan pemerintah pusat atau daerah tertentu supaya angka cakupan meningkat sehingga mendapat apresiasi dari negara luar atau provinsi sebelah? Tentu jangan pernah berpikir demikian.

Pemberian vaksinasi sudah terbukti puluhan tahun menghilangkan atau mengurangi kejadian berbagai penyakit infeksi. Vaksinasi merupakan suatu proses yang membuat seseorang menjadi imun (kebal) terhadap penyakit infeksi melalui pemberian vaksin. Vaksin adalah suatu bahan yang berisikan antigen (baik itu virus atau bakteri) yang dapat merangsang daya tahan tubuh (imunitas) yang dihasilkan oleh sistem imun tubuh. Imunitas adalah kemampuan tubuh manusia untuk menerima keberadaan bahan bahan yang dimiliki dan dihasilkan oleh tubuh itu sendiri maupun menolak dan menghilangkan benda benda asing yang berasal dari luar tubuh. Imunitas terhadap virus atau bakteri ini ditandai dengan terbentuknya antibodi terhadap organisme kuman tersebut. Jadi prinsip vaksinasi adalah memberikan antigen lewat vaksin ke dalam tubuh sehingga tubuh merespon dalam bentuk antibodi.

            Vaksinasi adalah suatu ikhtiar dalam melindungi diri, keluarga dan orang di sekitar kita terutama juga untuk melindungi orang orang dengan komorbid yang tidak bisa atau memiliki penyakit yang merupakan kontraindikasi untuk vaksin tersebut. Dengan mendapatkan vaksin Covid-19, sangat diharapkan terbentuk antibodi tubuh kita untuk melawan virus yang masuk. Vaksin memang tidak bisa melindungi 100 persen akan tetapi sudah terbukti dari data ilmiah bahwa seseorang yang sudah mendapat vaksin Covid-19, bisa terhindar dari infeksi virus tersebut ataupun bila tetap mengalami terkonfirmasi positif namun tidak menunjukkan gejala berat, hanya gejala ringan atau malah tanpa gejala sama sekali.

Seseorang yang belum divaksinasi, maka sistem kekebalan tubuhnya tidak siap dalam melawan virus penyebab Covid-19. Oleh karena tubuh belum siap menghadapi serangan virus tersebut, maka gejala yang ditimbulkan bisa beragam bahkan berisiko kematian. Berdasarkan survei pada lebih 70 ribu tenaga kesehatan di DKI Jakarta yang positif Covid, sebanyak 90% bergejala berat belum divaksinasi dan 75% dari pasien meninggal dunia belum mendapatkan vaksin Covid-19.

            Salah satu upaya yang dilakukan oleh pemerintah untuk melindungi warganya melalui peningkatan cakupan vaksinasi Covid-19 yaitu dengan menjadikan sertifikat vaksin sebagai persyaratan untuk beberapa keperluan administrasi. Di antaranya saat masuk ke gedung perkantoran, naik pesawat, kereta api, kapal laut, masuk ke pusat perbelanjaan, syarat mendaftar sebagai calon pegawai negeri sipil (CPNS), bahkan juga dijadikan sebagai syarat bagi mahasiswa untuk bisa mengakses Kartu Rencana Studi (KRS) online.

Awalnya banyak masyarakat yang melayangkan protes kepada pemerintah atas kebijakan yang diambil tersebut namun ternyata kemudian bisa kita rasakan manfaatnya. Kasus Covid-19 semakin menurun seiring dengan meningkatnya angka cakupan vaksinasi. Bahkan dalam beberapa bulan terakhir di Aceh kasusnya bisa dikatakan sudah sangat sedikit dan tidak ada pasien rawatan di semua ruang rawat Pinere di seluruh rumah sakit di Aceh. Tentu hal demikian sangat kita apresiasi, dimana dengan adanya kebijakan yang walau dipandang memaksa akan tetapi bernilai positif dan bermanfaat buat kemaslahatan bersama.

Kalau kemudian timbul pertanyaan vaksinasi Covid-19 ini untuk kepentingan siapa?. Harusnya dengan bangga kita bisa menjawab bahwa vaksin Covid-19 ini untuk kepentingan kita semua dalam membentuk herd immunity. Bahwa vaksin covid ini adalah untuk kepentingan diri pribadi, kepentingan buah hati dan orang lain di lingkungan kita yang sangat kita cintai dan sayangi. Jadi bukan untuk kepentingan presiden, gubernur, bupati/walikota, camat, kepala desa atau pejabat di level mana pun, tapi untuk kepentingan kita bersama.

Mari kita dukung bersama berbagai upaya pemerintah dalam menaikkan cakupan vaksinasi Covid-19 di provinsi dan negara tercinta ini dan kita sangat mengharapkan semoga upaya keras tersebut tidak dikotori oleh perilaku para oknum tidak bertanggung jawab yang hanya ingin mendapatkan sertifikat vaksin tanpa melalui prosedur penyuntikan. Sangat disayangkan apabila hal demikian benar terjadi. Siapa pun yang melakukan atau membiarkan hal tersebut terjadi tentu bisa dinilai sebagai pihak yang zalim. Iya, menzhalimi masyarakat lain karena hal yang diinginkan berupa terbentuknya herd immunity (kekebalan kelompok) di lingkungan kita akan sangat susah diwujudkan. Wallahualam bisshawab. Sudah dimuat di Harian Serambi Indonesia, 18 Januari 2022. Baca sini

Jumat, 06 Agustus 2021

Lindungi Ibu Menyusui, Tanggung Jawab Bersama

Setiap awal bulan Agustus tepatnya di minggu pertama diperingati sebagai World Breastfeeding Week (WBW) atau Pekan Menyusui Sedunia. Tema dunia peringatan tahun ini adalah “protect breastfeeding: a shared responsibility”. Dalam bahasa Indonesia diartikan,”Lindungi Menyusui sebagai tanggung jawab bersama”. Sejak pandemi Covid-19 menyerang dunia, peringatan       WBW tetap dilakukan meskipun secara virtual. Hal tersebut untuk memberikan semangat kepada kita semua bahwa menyusui adalah proses alami yang luar biasa manfaatnya yang harus terus kita jamin keberlangsungannya.

Jika kita kembalikan pertanyaan kepada semua ibu mengapa mereka menyusui bayinya? Maka untuk seorang muslimah, jawaban yang sangat tepat diberikan adalah karena menyusui merupakan perintah Allah yang termaktub dalam Al-Quran surat Al-Baqarah ayat 233. Maka dengan menyusui, kita telah menjalankan perintahNYA yang berarti bahwa sudah menjalankan ibadah. Masya Allah, luar biasa.

Seorang ibu menyusui harus diberikan dukungan yang besar. Mengapa? Dengan adanya dukungan dari suami dan juga keluarga besar serta lingkungan maka akan menimbulkan rasa percaya diri dan ketenangan pada diri ibu. Perasaan  tersebut bisa memicu refleks oksitosin. Oksitosin adalah salah satu hormon yang diproduksi oleh otak ibu tepatnya di bagian kelenjar pituitari dari hipotalamus. Jadi ada dua hormon yang berfungsi dalam proses produksi ASI. Yaitu hormon prolaktin dan oksitosin.

Prolaktin merupakan suatu hormon yang menstimulasi sel-sel produksi ASI bisa bekerja dengan maksimal. Selama masa kehamilan, hormon tersebut tidak akan dihasilkan tubuh karena dihambat oleh hormon progesteron. Ketika bayi menyusu ke payudara ibu, rangsangan sensorik dari puting payudara ibu akan dikirim ke otak. Kemudian otak melalui kelenjar pituitari akan merespon dengan mengeluarkan hormon prolaktin yang akan kembali menuju payudara melalui aliran darah, serta merangsang sel-sel lain untuk memproduksi ASI.

ASI yang sudah diproduksi dengan bantuan hormon prolaktin, memerlukan hormon oksitosin untuk mengalirkannya. Rangsangan dari isapan bayi saat menyusu akan diteruskan menuju hipotalamus yang memproduksi hormon oksitosin. Selanjutnya, oksitosin akan memacu otot-otot halus di sekeliling alveoli untuk berkontraksi dan mengeluarkan ASI. Proses tersebut dinamakan dengan let down reflect atau refleks pengaliran ASI. Oksitosin bisa dihasilkan dengan cara membayangkan bayi, mendengar suaranya, menggendong, menyentuh, dan membangkitkan rasa percaya diri. Oleh karenanya oksitosin sering diistilahkan dengan hormon cinta. Produksi oksitosin sangat dipengaruhi oleh kondisi psikologis ibu. Jika seorang ibu merasa nyaman, tenang, dan bahagia, hormon akan berlimpah dan ASI pun akan mengalir keluar dengan lancar. Demukian juga sebaliknya, bila ibu merasa cemas, gelisah, ragu, sedih, maka akan menghambat pengeluaran ASI.

Seorang ibu pada umumnya harus dilindungi, apalagi bila sedang menyusui. Sangat besar keutamaan seorang ibu menyusui. Dalam Al-Quran sudah banyak dalil tentang perintah untuk menghormati seorang Ibu karena sudah mengandung, melahirkan dan menyusui. Begitu pentingnya kedudukan seorang ibu hamil dan menyusui, sehingga di masa Rasulullah pada saat ada seorang wanita Ghamidiyah yang sedang hamil dan meminta hukuman dari Rasulullah karena kesalahan yang diperbuatnya, Rasulullah menyuruhnya untuk kembali setelah melahirkan. Setelah melahirkan si wanita kembali menghadap Rasulullah dan Rasul tetap tidak mau menghukum wanita tersebut dan menyuruhnya kembali setelah bayinya selesai disapih. (HR Muslim). Ini menunjukkan bahwa Rasulullah sangat menghargai posisi ibu menyusui sampai beliau menangguhkan hukuman baginya.

Seorang ibu menyusui juga perlu diberikan perlindungan dari maraknya iklan susu formula. Mengapa? Jadi dari beberapa informasi yang penulis dapatkan, bahwa para sales susu formula sering menjadikan para ibu hamil dan menyusui sebagai target untuk penjualan susu formula bayi. Mereka sering menghubungi para ibu dalam rangka mempromosikan dan menawarkan susu formula supaya para ibu menjadi tergiur dan kemudian ikut membeli dan memberikan susu formula untuk bayinya. Bukankah hal tersebut merupakan tindakan yang melanggar?

Susu formula diberikan kepada bayi hanya atas dasar indikasi medis, bukan menawarkan dengan sengaja kepada para ibu yang baru melahirkan dengan alasan ASI tidak ada atau masih sedikit. Secara fisiologis hal tersebut adalah wajar karena memang ukuran lambung bayi masih sangat kecil. Beberapa tetes kolustrum yang dikeluarkan sudah bisa memenuhi kebutuhan bayi.

Berdasarkan rekomendasi dari Badan Kesehatan Dunia, WHO, terdapat beberapa alasan medis sebagai dasar penggunaan pengganti ASI, yaitu berdasarkan kondisi bayi dan ibu. Pada kondisi bayi, yang seharusnya tidak menerima ASI dan susu lainnya kecuali dengan formula khusus yaitu bayi dengan galaktosemia klasik diperlukan formula khusus bebas galaktosa, bayi dengan penyakit kemih beraroma sirup maple diperlukan formula khusus bebas leusin, isoleusin, valin, dan bayi dengan fenilketonuria diperlukan formula khusus bebas fenilalanin.

Kondisi bayi lain dimana ASI tetap merupakan pilihan makanan terbaik namun mungkin membutuhkan makanan lain selain ASI untuk jangka waktu terbatas yaitu pada bayi yang lahir dengan berat badan kurang dari 1500 gram, bayi lahir prematur kurang dari 32 minggu usia kehamilan, bayi baru lahir berisiko hipoglikemia seperti pada bayi lahir prematur, bayi sakit dan stress iskemik, bayi kecil masa kehamilan dan bayi dari ibu pengidap diabetes.

Untuk kondisi ibu yang dapat membenarkan alasan penghindaran menyusui secara permanen yaitu ibu dengan infeksi HIV, jika pengganti menyusui dapat diterima, layak, terjangkau, berkelanjutan dan aman (AFASS). Kondisi ibu yang dapat membenarkan alasan penghentian menyusui untuk sementara waktu adalah penyakit parah yang menghalangi ibu merawat bayinya, seperti sepsis, infeksi Virus Herpes Simpelx tipe-1 dimana kontak langsung antara luka pada payudara ibu dan mulut bayi sebaiknya dihindari sampai semua lesi aktif telah diterapi hingga tuntas. Atau ibu dalam masa pengobatan berupa obat obatan psikotropika jenis penenang, ibu yang mendapat pengobatan radioaktif iodin-131, ibu dengan penggunaan povidon iodine yang berlebihan terutama pada kondisi luka terbuka dan ibu dengan terapi sitotoksik kemoterapi.

Berikan informasi yang benar kepada ibu menyusui, berikan solusi yang tepat atas segala permasalahan yang mereka hadapi, tentu saja bukan dengan menyodorkan susu formula. Maka, untuk bisa paham bagaimana memberikan solusi yang tepat, perlu sekali belajar dari sumber yang shahih. Mari kita bahagiakan ibu menyusui, mari lindungi mereka karena itu adalah tanggung jawab kita bersama. Menyusui adalah ibadah maka melindungi dan mengupayakan supaya ibu bisa menyusui juga bagian dari ibadah.Sudah dimuat di Harian Serambi Indonesia, 7 Agustus 2022. Baca sini.

 

Kamis, 22 Juli 2021

Lindungi Buah Hati Kita

 

Setiap tanggal 23 Juli diperingati sebagai Hari Anak Nasional (HAN). Pada tahun ini, tema peringatan adalah “Anak Terlindungi, Indonesia Maju”. Tema ini sebagai motivasi bahwa pandemi Covid-19 tidak menyurutkan komitmen untuk peringatan HAN walau pun secara virtual dan bahwa walau pun sedang masa pandemi, maka harus dipastikan bahwa anak anak Indonesia bisa terlindungi dengan baik. Peringatan HAN sudah dimulai sejak tahun 1984 berdasarkan Keputusan Presiden RI Nomor 44 tahun 1984, dengan tujuan adalah dalam rangka menggugah kepedulian dan partisipasi seluruh rakyat Indonesia untuk menghormati, menjamin, serta memenuhi hak anak anak.

            Angka kasus Covid-19 masih terus meningkat kejadiannya termasuk pada anak, oleh karena itu mari kita pastikan anak anak kita selalu terlindungi. Bukan hanya perlindungan dari terinfeksi dari penyakit Covid-19 saja, akan tetapi juga terlindungi dari semua penyakit yang ada. Upaya perlindungan dari terinfeksi Covid-19 yaitu dengan selalu menerapkan 5 M, yaitu memakai masker, menjaga jarak, mencuci tangan, menghindari kerumunan dan membatasi mobilitas.

            Masker pada anak hanya diperuntukkan untuk anak usia 2 tahun ke atas. Sedangkan untuk anak di bawah 2 tahun, disarankan kalau memang harus keluar rumah misalkan untuk keperluan pengobatan atau imunisasi rutin maka upayakan berada jauh dari orang lain atau bisa memakaikan faceshield. Jadi pada bayi dan anak yang berusia kurang dari 2 tahun tidak direkomendasikan untuk dipakaikan masker dengan alasan karena efek yang kurang bagus yaitu berupa risiko strangulasi (tercekik) dan hipoksia (kekurangan oksigen), karena saat menangis, bayi membutuhkan banyak oksigen. Jadi solusinya apa? Ya bayi dan anaknya tetap di rumah saja.

            Untuk pencegahan berupa pemberian vaksin Covid-19 juga belum ada yang diperuntukkan untuk bayi dan anak usia kurang dari 12 tahun. Saat ini Balai Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) baru mengizinkan penggunaan vaksin Sinovac untuk usia 12 sampai 17 tahun. Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) juga sudah mengeluarkan rekomendasi penggunaan vaksin Sinovac pada anak. Disebutkan bahwa untuk usia 3-11 tahun masih menunggu hasil kajian untuk menilai keamanan dan dosis dengan jumlah subjek yang memadai.

Melindungi anak kita saat ini yaitu dalam hal mencegah dari berbagai penyakit infeksi menular yang lain, tentu saja dengan tetap melengkapi mereka dengan berbagai jenis vaksin yang tercantum dalam program imunisasi rutin. Jadi pastikan anak kita tetap mendapatkan vaksin yang dibutuhkannya sesuai dengan usia. Walau pun dalam kondisi pandemi, imunisasi rutin sebaiknya tetap dilengkapi. Mengapa? jangan sampai nantinya karena takut tertular dengan penyakit covid-19 ini menyebabkan jadwal imunisasi terlambat sehingga bayi dan anak kita menjadi rentan terpapar dengan berbagai penyakit infeksi lainnya. Pastikan nanti imunisasi yang tertinggal bisa dikejar kembali (catch up).

Sangat dianjurkan kepada para orang tua saat ini untuk bisa mendapatkan vaksin vaksin yang dapat mencegah pneumonia yaitu Vaksin DPT-Hib, vaksin Pneumokokkus, vaksin MR, dan vaksin Influenza, selain tentu saja juga tetap melengkapi vaksin dasar lainnya dan bisa menambah vaksin tambahan sesuai anjuran dari IDAI dan Kemenkes.

Berkaitan dengan pelaksanaan imunisasi di masa PPKM darurat saat ini, PP IDAI sudah mengeluarkan pendapat per tanggal 13 Juli 2021 tentang pelaksaaan imunisasi Lantatur (layanan tanpa turun atau drive-thru). Imunisasi lantatur adalah salah satu alternatif pelaksanaan imunisasi dan mengurangi anak dari pajanan infeksi Covid-19. Jadi prinsip lantatur ini adalah sama dengan prosedur imunisasi rutin akan tetapi dilakukan dalam atau di atas kendaraan. Sebaiknya dilakukan di lokasi terbuka yang teduh, misalnya di halaman atau bagian luar fasilitas layanan kesehatan dan disesuaikan dengan kondisi setempat. Nah, untuk pelaksanaan kegiatan imunisasi lantatur tersebut, tergantung tren peningkatan kasus Covid di daerah tersebut, sangat dianjurkan pada daerah dengan penerapan PPKM darurat. Aceh bagaimana? Saat ini masih belum menjalankan imunisasi lantatur ini, masih melakukan pelayanan imunisasi rutin di posyandu, puskesmas, rumah sakit, praktik dokter anak dengan penerapan protokol kesehatan yang ketat. Kita menunggu kebijakan dari Pemerintah khususnya Dinas Kesehatan tentang pelaksanaan imunsiasi rutin apakah tetap seperti biasa atau akan dilaksanakan berupa lantatur.

Perlindungan anak selain dari penyakit, juga berupa perlindungan anak dari kekerasan, penelantaran juga eksploitasi serta dari tindakan bullying. Pandemi Covid-19 ini ternyata memberikan dampak yang buruk yaitu meningkatnya kekerasan pada anak. Berdasarkan informasi dari webiste www.kemenpppa.go.id yang dikutip oleh penulis, bahwa data dari Sitem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (SIMFONI PPA), PADA 1 Januari – November 2020 tercatat peningkatan kasus kekerasan pada anak dari 1888 kasus anak perempuan yang menjadi korban kekerasan sebelum pandemi, angkanya melonjak menjadi 5242 kasus anak perempuan sebagai korban kekerasan. Pada anak laki laki juga mengalami peningkatan dari angka 997 kasus menjadi 2616 kasus kekerasan pada anak laki laki.

Oleh karena itu Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) menginisiasi pembentukan Perlindungan Anak Terpadu Berbasis Masyarakat (PATBM) di desa yang bertujuan untuk mempercepat penanganan dan pemulihan pandemi Covid-19 d Indonesia secara umum dan melindungi hak anak anak dari berbagai bentuk kekerasan dan kejahatan anak. Kita harapkan supaya dengan berbagai upaya tersebut maka anak bisa terlindungi dengan baik.

Dalam hal perlindungan anak, negara sudah hadir sejak dahulu. Pada tahun 2002, sudah dikeluarkan Undang Undang nomor 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak. Dalam perjalanannya UU tersebut mengalami perubahan menjadi UU no.35 tahun 2014. Alasan perubahan adalah untuk meningkatkan perlindungan terhadap anak. Definisi anak menurut UU tersebut adalah seseorang yang belum berusia 18 tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan. Perlindungan anak adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak dan hak haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang dan dapat berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat, martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.

Sangat kita harapkan semoga dalam pelaksanaan di kehidupan sehari hari, hak hak anak anak kita betul betul bisa kita penuhi sebagai amanah dari UU tersebut, selain itu bukankah seorang anak adalah amanah yang dititipkan oleh Allah kepada kita orang tuanya sehingga kita mempunyai kewajiban penuh untuk melindungi mereka bukan malah menjadi predator bagi anak anak kita maupun anak anak orang lain di sekitar kita. Melindungi anak anak dengan mencegahnya dari berbagai penyakit termasuk kewajiban orang tua.

Kita sebagai orang tua akan dimintai pertanggungjawaban nantinya di akhirat tentang bagaimana pengasuhan terhadap anak anak kita. Kita doakan semoga kita bisa selalu memberikan yang terbaik kepada anak anak dan anak anak pun nantinya bisa berbuat demikian kepada keturunannya kelak. Semoga mereka pun menjadi wasilah bagi kita bisa terhindar dari siksa api neraka melalui doa doa anak shaleh/shalihah. Sudah dimuat di Harian Serambi Indonesia, 23 Juli 2022. Baca sini.

Minggu, 11 Juli 2021

Covid pada Anak, Bagaimana Kita Menyikapinya?

Hampir dua tahun pandemi Covid-19 melanda dunia dan juga Indonesia. Kasus terkonfirmasi di Indonesia per tanggal 7 Juli 2021 mencapai 2.379.388 kasus dan pasien meninggal sejumlah 62.908 orang. Data di Aceh, jumlah kasus positif Covid-19 adalah 19.893 kasus dan pasien meninggal sebanyak 841 orang. Sungguh suatu angka yang sangat tinggi dan mengerikan. Bisa saja kasus positif dan pasien meninggal kembali bertambah.

            Penyakit ini bukan hanya menyerang orang dewasa dan lansia akan tetapi juga menyebabkan banyak anak yang terkonfirmasi positif Covid-19 dan angka kematian anak yang juga semakin bertambah. Dari pernyataan Ketua PP IDAI pada tanggal 18 Juni 2021, bahwa 1 dari 8 pasien Covid-19 di Indonesia adalah anak anak (proporsi kasus konfirmasi anak 12,5%). Sedangkan untuk Aceh berdasarkan data dari IDAI Cabang Aceh, jumlah kasus terkonfirmasi positif Covid-19 sampai tanggal 4 Juli 2021 adalah sebanyak 856 kasus positif Covid dan meninggal sebanyak 22 anak.

            Bagaimana gejala yang timbul pada anak yang mengalami Covid-19? Sebaiknya semua orang tua bisa mengetahui tentang gejalanya yaitu bisa berupa demam, adanya batuk dan pilek, nyeri tenggorokan, sakit kepala, bisa disertai mual dan juga muntah, diare, anak tampak lemas dan bahkan bisa terjadi sesak nafas. Dikatakan sesak nafas yaitu bila laju nafas menjadi lebih cepat dari frekuensi normalnya, yaitu masing masing sesuai usia. Laju nafas yang dikatakan bahaya yaitu bila lebih dari 60 kali per menit (usia kurang dari 2 bulan), lebih dari 50 kali per menit (usia 2-11 bulan), lebih dari 40 kali per menit (usia 1-5 tahun) dan lebih dari 30 kali per menit (usia lebih dari 5 tahun).

            Nah, apa yang harus dilakukan oleh orang tua apabila anaknya terkonfirmasi positif Covid-19?  Pada tanggal 28 Juni 2021, Ikatan Dokter Anak Indonesia (PP IDAI) sudah mengeluarkan Buku Diary Panduan Isolasi Mandiri Anak. Adapun seorang anak bisa melakukan isolasi mandiri menurut panduan tersebut adalah anak tidak bergejala (asimptomatik), gejala ringan (batuk, pilek, demam, diare, muntah, ruam), anak aktif dan bisa makan minum, menerapkan etika batuk, memantau gejala/keluhan, pemeriksaan suhu tubuh 2x sehari (pagi dan malam hari), serta memiliki rumah/kamar yang memiliki ventilasi yang baik.

            Siapa yang harus mengurus anak yang sedang isolasi mandiri tersebut? Orang tualah yang sangat kompeten untuk mengurus anaknya jadi orang tua tetap dapat mengasuh anak yang terkonfirmasi positif. Orang tua atau pengasuh disarankan yang memiliki risiko rendah terhadap gejala berat Covid-19. Jika ada anggota keluarga lain yang juga positif, maka bisa dilakukan isolasi bersama,. Akan tetapi bila orang tua dan anak berbeda status Covid, disarankan memberi jarak tiduR 2 meter, di kasur terpisah dan keluarga senantiasa diharapkan bisa memberikan dukungan psikologis pada anak.

            Orang tua harus paham kapan seorang anak yang sedang isolasi mandiri harus dibawa ke rumah sakit. Jadi bila anak dengan kondisi lebih banyak tidur, nafas cepat, ada retraksi (cekungan) di dada, nafas cuping hidung (hidung kembang kempis), saturasi oksigen <95%, mata merah, ruam dan leher bengkak, terjadi demam >7 hari, kejang, tidak bisa makan dan minum, timbul tanda dehidrasi (berupa mata cekung, buang air kecil berkurang) dan penurunan kesadaran. Orang tua harus menyediakan termometer, dan oxymetri untuk keperluan di rumah.

            Untuk obat obatan yang perlu disiapkan adalah obat demam, Zinc, multivitamin berupa vitamin C dan vitamin D3. Sangat diharapkan tetap menjalankan protokol kesehatan walaupun sedang isolasi mandiri. Tetap berada di rumah tidak keluar untuk main, selalu menggunakan masker (untuk anak di atas 2 tahun atau yang sudah paham cara menggunakan dan melepaskan masker). Untuk penggunaan masker pada anak, sebaiknya memberi waktu ”istirahat masker’ jika anak berada di ruangan sendiri atau ada jarak 2 meter dari orang tua atau pengasuh dan masker tidak perlu digunakan saat anak tidur. Protokol lain yaitu menjaga jarak, sering mencuci tangan, menerapkan etika batuk, memeriksa suhu tubuh, saturasi oksigen, laju nadi dan laju nafas, berikan anak makanan bergizi dan lanjutkan pemberian ASI bagi yang bayi/anak yang masih menyusu.

            Apa yang sebaiknya dilakukan oleh orang tua untuk tetap menjaga kesehatan anak anak di masa pandemi? Sesuai dengan anjuran Pemerintah, Kementerian Kesehatan dan juga badan kesehatan dunia WHO mengharapkan supaya upaya pencegahan masih terus dilakukan yaitu berupa 5 M yang terdiri dari memakai masker, selalu mencuci tangan, menghindari kerumunan, menjaga jarak, serta membatasi mobilitas.

            Selain itu, perlu usaha untuk meningkatkan sistem imun tubuh yang bisa dilakukan dengan beberapa cara yaitu menerapkan pola hidup sehat dengan makan makanan bergizi seimbang, istirahat yang cukup dan juga olahraga.

            Makanan bergizi seimbang mengandung karbohidrat berupa makanan pokok, kemudian protein dan lemak pada lauk pauk, serta sayuran dan buah buahan. Perbanyak minum air putih setiap harinya. Jangan lupa mencuci sayur dan buah dengan air bersih, memasak lauk sampai matang dan menghindari gula, garam berlebihan.. Untuk bayi dan anak yang masih menyusu, lanjutkan terus pemberian ASI. ASI mengandung banyak imunoglobulin dan anti infeksi dalam setiap tetesnya.

            Istirahat yang cukup itu sesuai rekomendasi WHO adalah 7-8 jam pada dewasa, 8-10 jam pada remaja, 9-11 jam pada usia 6-12 tahun 10-13 jam usia 3-6 tahun,  11-14 jam pada usia 1-2 tahun, 12-16 jam pada bayi<1 tahun, dan 14-17 jam pada bayi usia <1 bulan. Olahraga yang dimaksudkan adalah membiasakan untuk melakukan olahraga ringan selama 30 menit setiap hari

Upaya pencegahan lain yang sangat dianjurkan untuk dilakukan adalah Vaksinasi Covid-19. Memang vaksinasi tidak bisa mencegah 100% dari kemungkinan tertular dari virus tersebut, akan tetapi bila kita sudah mendapatkan vaksin, dalam tubuh kita diharapkan sudah terbentuk antibodi sehingga bila tetap tertular maka tidak menimbulkan gejala yng berat. Saat ini sudah ada pemberian izin dari Balai Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) untuk pemberian Vaksin Covid-19 pada anak usia 12-17 tahun.

IDAI sudah mengeluarkan rekomendasinya pada tanggal 28 Juni 2021 yang menyatakan bahwa dapat dilakukan percepatan vaksinasi Covid-19 pada anak menggunakan Vaksin Covid-19 inactivated buatan Sinovac, karena sudah tersedia di Indonesia dan sudah ada uji klinis fase 1 dan 2 yang hasilnya aman dan serokonversi tinggi. Pertimbangan pemberian imunisasi pada anak dimulai untuk usia 12-17 tahun berdasarkan prinsip kehati-hatian dan dengan pertimbangan bahwa jumlah subjek uji klinis memadai, tingginya mobilitas dan kemungkinan berkerumun di luar rumah serta usia tersebut mampu menyatakan keluhan KIPI (Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi) bila ada.

Kita tidak bisa memprediksi kapan pandemi ini akan berakhir. Usaha kita bersamalah yang akan sangat berperan untuk mengakhirinya. Mari hilangkan kebodohan kita dengan sering membaca dan mengupdate berita yang betul dan shahih. Upayakan tidak terpengaruh dengan banyaknya berita hoaks apalagi sampai meneruskan ke orang lain dan kemudian disebarkan oleh banyak orang pula. Tentu saja akan menjadi kebodohan berjamaah. Bertanyalah kepada orang yang lebih paham dan sesuai ilmu di bidangnya. Dengan upaya bersama, ikhtiar bersama, semoga kita bisa kembali menghirup udara bebas tanpa masker. Semua menginginkannya kan?? Sudah dimuat di Harian Serambi Indonesia, 12 Juli 2021. Baca sini.

Senin, 12 April 2021

Vkasinasi di Bulan Ramadhan, Bolehkah?

Saat ini kita sudah memasuki bulan Ramadhan. Ini kedua kalinya kita menjalani ibadah puasa di tengah pandemi Covid-19. Suka atau tidak, pandemi ini masih terus menjadi momok bagi dunia, termasuk juga di Indonesia dan Aceh tentunya. Penyakit Covid-19 ini sudah mengubah semua lini kehidupan kita, mengubah kebiasaan hidup, mengubah berbagai hal menjadi berbeda daripada sebelumnya.

            Pandemi Covid-19 ini mengingatkan kita terhadap kejadian wabah cacar small pox (Variola). Penyakit yang terjadi di Yunani pada 430 SM dan menyebabkan meninggalnya 30 ribu penduduk mereka, kemudian juga menjangkiti seluruh dunia. Angka kematian sangat tinggi, terdapat 3 dari setiap 10 orang penderita meninggal dunia. Penyakit tersebut juga sampai ke negara kita, Indonesia. Alhamdulillah kemudian ditemukannya vaksin cacar small pox oleh Edwar Jenner, dan diberikan vaksinasi massal di seluruh dunia maka penyakit tersebut bisa dihilangkan di muka bumi. Di Indonesia, pada tahun 1979, penyakit tersebut dinyatakan sudah zero kasus.

            Pemberian vaksinasi sudah terbukti mengurangi kejadian berbagai penyakit infeksi. Vaksinasi merupakan suatu proses yang membuat seseorang menjadi imun (kebal) terhadap penyakit infeksi melalui pemberian vaksin. Vaksin adalah suatu bahan yang berisikan antigen (baik itu virus atau bakteri) yang dapat merangsang daya tahan tubuh (imunitas) yang dihasilkan oleh sistem imun tubuh. Imunitas adalah kemampuan tubuh manusia untuk menerima keberadaan bahan bahan yang dimiliki dan dihasilkan oleh tubuh itu sendiri maupun menolak dan menghilangkan benda benda asing yang berasal dari luar tubuh. Imunitas terhadap virus atau bakteri ini ditandai dengan terbentuknya antibodi terhadap organisme kuman tersebut. Jadi prinsipnya adalah memberikan antigen lewat vaksin ke dalam tubuh sehingga tubuh merespon dalam bentuk antibodi. Sebenarnya prinsip dasar vaksinasi tersebut mengadopsi dari fenomena alamiah suatu penyakit. Bahwa seseorang yang sembuh dari suatu penyakit infeksi, maka akan terhindar dari penyakit tersebut pada infeksi selanjutnya.

            Di Indonesia, sejak tanggal 13 Januari sudah mulai dilakukan pemberian vaksin Covid-19, yang saat ini diberikan sebanyak 2 dosis dengan interval waktu 2 minggu antara vaksin pertama dan kedua, kecuali pada kelompok lanjut usia (lansia), diberikan dengan jarak 4 minggu.  Bulan April ini, vaksin sudah mulai diberikan untuk masyarakat umum, dimana sebelumnya saat awal pemberian diperuntukkan untuk tenaga kesehatan, pelayan publik, lanjut para guru, dosen , dan kelompok lansia.

            Nah, bagaimana halnya dengan pemberian vaksin Covid-19 ini pada bulan Ramadhan? Bolehkah kita menerima suntikan vaksin tersebut pada saat sedang menjalani ibadah puasa? Berdasarkan Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) No. 13 tahun 2021, bahwa pelaksanaan vaksin Covid-19 ini bisa dilakukan pada saat sedang berpuasa. Hukum melakukan vaksinasi Covid-19 bagi umat Islam yang sedang berpuasa dengan cara injeksi intramuskular adalah boleh, sepanjang tidak menyebabkan bahaya (dharar).

Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah juga sudah menerbitkan edaran mengenai tuntunan Ibadah Ramadhan 1442 H/2021 M dalam kondisi darurat Covid-19. Pada salah satu poin dari edaran tersebut disebutkan bahwa vaksinasi dengan suntikan, boleh dilakukan pada saat berpuasa dan tidak membatalkan puasa.  Sebab, vaksin diberikan tidak melalui mulut atau rongga tubuh lainnya seperti hidung, serta tidak bersifat memuaskan keinginan dan bukan pula merupakan zat makanan yang mengenyangkan (menambah energi). Yang membatalkan puasa adalah aktivitas makan dan minum, yaitu menelan segala sesuatu melalui mulut hingga masuk ke perut, sekalipun rasanya tidak enak dan tidak lezat. Suntik vaksin tidak termasuk makan atau minum.

Dengan demikian tidak perlu lagi kita ragu untuk mendapatkan vaksin Covid-19, walau pun sedang berpuasa. Mari kita lakukan vaksinasi Covid-19 untuk memberikan kekebalan tubuh terhadap virus tersebut, sehingga nantinya diharapkan bisa terbentuk Herd Immunity. Vaksinasi adalah salah satu ikhtiar dalam melindungi diri, keluarga dan orang lain di sekitar kita. Walau di tengah pandemi, mari jalankan ibadah puasa dengan baik dengan tetap memperhatikan protokol kesehatan. Semoga ibadah puasa kita diterima olehNYA dan menjadi manusia yang bertaqwa. Sudah dimuat di Harian Serambi, 13 April 2022. Baca sini.

 

Jumat, 12 Februari 2021

Mengapa Menolak Vaksin Covid-19?

Sampai saat ini pandemi Covid-19 masih terus menjadi permasalahan kesehatan baik di berbagai negara di dunia, mau pun di negara kita Indonesia. Kasus Covid-19 di Indonesia sudah mencapai lebih dari 1 juta kasus, jumlah yang sangat banyak tentunya. Berbagai upaya terus dilakukan oleh Pemerintah baik berupa upaya pencegahan yang mencakup 3M yaitu memakai masker, menjaga jarak dan selalu mencuci tangan. Juga berbagai upaya pengobatan bagi masyarakat yang terkonfirmasi positif, mulai dari isolasi mandiri, juga perawatan di Rumah Sakit bagi mereka yang bergejala sedang sampai berat. Pasien yang meninggal karena menderita Covid-19 ini sudah banyak sekali, sampai sekarang mencapai angka lebih 31 ribu orang. Sedih sekali rasanya.

            Badan Kesehatan Dunia WHO juga sudah mengeluarkan berbagai kebijakan terkait dengan pandemi ini. Harus kita akui bahwa penyakit ini mengubah semua tatanan lini kehidupan kita di seluruh dunia. Dulunya kita yang sangat mudah bepergian kemana pun, saat ini gerak kita menjadi sangat terbatas. Dulunya kita sangat mudah bergaul, berada di kerumunan dan menghadiri berbagai kegiatan dengan banyak orang, sekarang mau tidak mau harus banyak menahan diri. Dan ini tidak hanya terjadi di Indonesia, akan tetapi di dunia. Bahkan Arab Saudi tahun 2020 kemarin tidak menerima para jamaah haji dari negara lain, termasuk sampai sekarang masih terus membatasi jamaah umrah yang masuk ke negaranya.

            Pandemi Covid-19 ini mengingatkan kita pada wabah cacar small pox (Variola). Penyakit ini dulu yang terjadi di Yunani pada 430 SM (Sebelum Masehi) yang menyebabkan meninggalnya 30 ribu penduduk mereka dan kemudian juga menjangkiti seluruh dunia. Penderita cacar ini mengalami gejala berupa demam dan ruam di kulit yang khas dan sangat progresif, diperkirakan bahwa 3 dari setiap 10 orang penderita meninggal dunia. Penyakit tersebut juga mewabah di tanah air kita. Kemudian dengan ditemukannya vaksin cacar small pox oleh Edwar Jenner, maka penyakit tersebut bisa dihilangkan di muka bumi. Di Indonesia pada tahun 1979, penyakit tersebut dinyatakan sudah zero kasus.

            Pemberian vaksinasi sudah terbukti puluhan tahun menghilangkan atau mengurangi kejadian berbagai penyakit infeksi. Vaksinasi merupakan suatu proses yang membuat seseorang menjadi imun (kebal) terhadap penyakit infeksi melalui pemberian vaksin. Vaksin adalah suatu bahan yang berisikan antigen (baik itu virus atau bakteri) yang dapat merangsang daya tahan tubuh (imunitas) yang dihasilkan oleh sistem imun tubuh. Imunitas adalah kemampuan tubuh manusia untuk menerima keberadaan bahan bahan yang dimiliki dan dihasilkan oleh tubuh itu sendiri maupun menolak dan menghilangkan benda benda asing yang berasal dari luar tubuh. Imunitas terhadap virus atau bakteri ini ditandai dengan terbentuknya antibodi terhadap organisme kuman tersebut. Jadi prinsip imunisasi adalah memberikan antigen lewat vaksin ke dalam tubuh sehingga tubuh merespon dalam bentuk antibodi.

            Nah, saat ini sudah dilaunching pelaksanaan vaksinasi Covid-19. Oleh Balai Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), pada tanggal 11 Januari sudah mengeluarkan izin penggunaan darurat atau disebut juga EUA (Emergency Used Authorization) vaksin Coronavac yang merupakan produksi dari Sinovac, bekerja sama dengan PT Biofarma. Izin EUA tersebut dikeluarkan setelah ada hasil uji klinis tahap ketiga. Uji klinis tahap tiga tersebut sudah dilakukan di Brazil dengan hasil vaksin Sinovac 78% efektif mencegah Covid-19. Sedangkan uji klinis di Bandung, dengan hasil bahwa vaksin tersebut efektif sebesar 65,3%. Hal tersebut sudah sesuai standar WHO yaitu minimal angka 50% keefektifannya.

            Pelaksanaan pemberian perdana yaitu diterima oleh Presiden Joko Widodo pada tanggal 13 Januari 2021. Pemberian vaksin ini berupa dua dosis dengan interval 2 minggu. Apa tujuan dua dosis terebut? Diharapkan pemberian dosis pertama akan bisa memicu respon imun (kekebalan) awal tubuh, sedangkan untuk dosis keduanya yang disebut dengan booster bertujuan untuk menguatkan respon imun yang sudah terbentuk sebelumnya. Antibodi yang terbentuk dari pemberian vaksin tersebut akan optimal pada 14-28 hari setelah suntikan kedua diberikan. Kemudian pada tanggal 5 Februari 2021, BPOM sudah mengeluarkan izin untuk penggunaan darurat Vaksin Coronavac tersebut untuk dipakai oleh mereka yang lanjut usia (lansia). Diharapkan dengan pemberian vaksin tersebut maka angka kematian karena covid-19 pada lansia bisa ditekan.

            Dalam hal pelaksanaan vaksin Covid-19 ini, sebelumnya Kementerian Kesehatan sudah mengeluarkan Permenkes Nomor 84 tahun 2020 yang ditetapkan aturannya tanggal 14 Desember 2020, salah satunya memuat tentang urutan daftar prioritas penerima vaksin. Prioritas pertama adalah  tenaga kesehatan, tenaga penunjang yang bekerja pada fasilitas kesehatan, TNI/Polri, aparat hukum dan petugas pelayanan publik lain. Prioritas kedua adalah tokoh masyarakat/agama, pelaku perekonomian, perangkat desa, kecamatan. Selanjutnya di prioritas ketiga adalah para guru, baik dari tingkat PAUD, TK, SD, SMP, SMA juga  dosen perguruan tinggi. Prioritas keempat yaitu aparatur kementerian, pemerintah daerah, anggota legislatif dan kemudian seluruh masyarakat.

            Bagaimana sikap kita menerima vaksin Covid-19 ini? Seharusnya kita semua menyambut baik dan senang dengan dilaksanakan kegiatan vaksinasi ini. Vaksin diberikan secara gratis setelah sebelumnya dilakukan skrining terlebih dahulu. Skrining yang dimaksud adalah untuk menyeleksi beberapa kondisi yang sampai saat ini belum diizinkan untuk menerima vaksin tersebut antara lain ibu hamil, ibu menyusui, para penyintas Covid-19, dan beberapa kondisi pasien dengan komorbid.

            Masyarakat diharapkan tidak termakan isu hoaks atau sesat tentang vaksin. Sebaiknya mencari inforamsi yang yang valid dari sumber terpercaya. Banyak yang meragukan keamanan vaksin ini. Pemerintah dituduh terburu buru dalam mengeluarkan kebijakan terkait vaksin tersebut. Sebenanya yang perlu dipahami adalah bahwa kondisi pandemi ini sudah sangat parah, diharapkan dengan adanya pemberian vaksin ini bisa menekan laju penyakitnya. Mau sampai kapan kita harus tersandera dengan kasus pandemi yang kita tidak tahu kapan berakhirnya? Nah, BPOM mengeluarkan EUA tentu sudah dengan berbagai tahapan dan pertimbangan. Tidak bisa semata mengeluarkan izin edar obat tertentu dengan sembarangan, semuanya ada aturan dan prosedur yang harus dilewati.

            Maka kita sebagai masyarakat mari percayakan keputusan tersebut adalah yang terbaik bagi bangsa ini, dalam hal untuk memberantas dan menghentikan pandemi ini. Tidak perlu mencari cari alasan untuk menolaknya. Di saat awal kasus ini yang bermula di China dulu, kita berharap tidak sampai ke Indonesia, nah kemudian setelah terjadi kasus pertama di Indonesia, kita berharap tidak sampai ke Aceh. Tapi kemudian ternyata di Aceh pun terjadi ledakan kasus Covid-19 bahkan hampir mencapai 10 ribu kasus. Di saat tersebut kita berharap selain upaya pencegahan, ada vaksin yang diberikan. Setelah mendengar ada vaksin, maka kita menuntut dikeluarkan izin edar dan juga bukti kehalalannya. Sekarang EUA dan sertifikat halal sudah ada, kita masih mau menuntut apa lagi?

Ayo kita semua, baik tenaga kesehatan, guru, petugas layanan publik lainnya, juga anggota legistatif, perangkat pemerintahan desa sampai provinsi, mari berikan contoh yang baik juga kepada masyarakat sehingga mereka semua mempunyai role model yang bisa dicontoh dalam hal pelaksanaan vaksin Covid-19 ini. Janganlah karena ancaman dan tekanan baru kita mau divaksinasi. Vaksinasi ini adalah ikhtiar kita dalam melindungi diri, keluarga dan orang lain di sekitar kita. Yuk, bersama kita bisa. Jangan tolak vaksinnya ya!!!. Sudah dimuat di Harian Serambi Indonesia, tanggal 13 Feb 2021. Baca sini.

Aktifitas Organisasi

Hubungi Kami


Alamat
Jalan Muhammad Taher No. 9
Perumahan Bayu Permai
Desa Bayu Kecamatan Darul Imarah
Kabupaten Aceh Besar - Aceh

dokter.ummi@gmail.com

Tertarik dengan kegiatan dan layanan informasi yang kami berikan?
Anda dapat memperoleh informasi terbaru melalui email.