ummihirzi@gmail.com

ummihirzi@gmail.com
Isi blog ini adalah makalah yang pernah saya buat dan presentasikan di IKA FK Unand, juga artikel kesehatan yang sudah dimuat di kolom Opini Media Lokal/Regional.

Mengenai Saya

Foto saya
Lahir di Bireuen, Aceh, tanggal 05 September 1977. Alumni FK Universitas Syiah Kuala Aceh. Dan telah memperoleh gelar Spesialis Anak dari Fakultas Kedokteran Universitas Andalas Padang. Aktif sebagai pengurus IDAI Aceh, IDI Aceh Besar, Anggota Komunitas Rhesus Negatif Aceh dan sebagai Konselor Menyusui juga Ketua Aceh Peduli ASI (APA)...

Rabu, 02 September 2020

Label Negatif Untuk Yang Positif

Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Provinsi Aceh, kasus terkonfirmasi positif Covid-19 semakin meningkat tajam. Tercatat sampai hari ini, Senin 30 Agustus 2020 jumlah kasus positif yaitu sejumlah 1599 orang, 615 orang sembuh, 923 masih dirawat baik dirawat di berbagai rumah sakit maupun yang melakukan isolasi mandiri, dan 61 meninggal. Ini merupakan  angka pelonjakan yang fantantis dibandingkan jumlah kasus bulan lalu. Aceh yang awalnya hanya memiliki sedikit kasus Covid-19 dan merupakan kasus yang imported cases, akan tetapi seiring waktu malah sudah terjadi “bom” kasus dengan transmisi lokal.

            Apakah penyebab terjadi lonjakan kasus demikian? Apakah disebabkan karena faktor pelanggaran protokol kesehatan yang dilakukan masyarakat?  Atau apakah karena sudah terlalu mudahnya keluar masuk angkutan ke Aceh baik melalui darat, laut maupun udara? Apakah sudah maksimal upaya pencegahan yang dilakukan oleh Pemerintah Aceh? Wallahu’am bisshawab.

             Saat ini selain masalah kasus yang semakin melonjak di masyarakat kita baik itu di Indonesia maupun di Aceh khususnya, masih banyak beredarnya informasi hoaks seputar Covid-19. Informasi yang beredar tersebut yaitu antara lain bahwa Virus Covid-19 adalah rekayasa.  Penyakit Covid-19 ini merupakan konspirasi yang sengaja dihembuskan, virus tersebut tidak ada, data pasien hanya direkayasa untuk mengeruk keuntungan bagi rumah sakit saja dan bagi para dokter yang merawat serta banyak sekali berita menyesatkan yang beredar di masyarakat.

`           Selain hoaks tentang ketidakpercayaan terhadap Covid-19, kita dihadapkan juga oleh hoaks seputar berbagai hal pencegahan dan pengobatan Covid-19 ini. Informasi yang diedarkan yaitu misal bahwa thermal gun berbahaya karena merusak otak, bahwa menyemprot seluruh tubuh dengan alkohol bisa membunuh virus Covid-19, makan bawang putih bisa terhindar dari infeksi, madi dengan air panas bisa membunuh virus dan penyakit ini hanya menyerang penderita lanjut usia serta masih banyak informasi lainnya yang tidak tepat, dimana bila tidak diluruskan maka informasi sesat tersebut akan semakin menyebar dan berakibat buruk bagi penanganan kasus Covid-19 di Aceh.

            Akan tetapi, ternyata selain informasi sesat tersebut, terjadi pula hal lain yang sungguh membuat miris. Dan ini juga terjadi di seluruh Indonesia juga termasuk di Aceh. Banyaknya terjadi penolakan terhadap pemakaman pasien yang meninggal karena Covid-19 ini. Juga hal lain adanya penolakan untuk pulang ke perumahan yaitu para tenaga medis yang bekerja sehari hari merawat pasien Covid-19. Di satu sisi mereka tidak percaya terhadap penyakit Covid-19 ini, tapi di sisi lain mereka menolak orang yang merawat pasien Covid atau jenazah pasien Covid-19 dengan alasan khawatir tertular. Nah, bingung kan!!

            Yang juga sangat mengkhawatirkan adalah pelabelan negatif terhadap pasien yang terkonfirmasi positif. Pelabelan datang dari lingkungan terdekat dari si pasien tersebut baik dari anggota keluarga sendiri, tetangga rumah, teman teman sekantor dan juga teman dunia maya sekalipun. Terjadi juga bullying demi bullying terhadap pasien tersebut. Penderita Covid-19 dianggap sebagai hal yang sangat buruk sehingga harus dijauhkan bahkan dikucilkan. Label negatif lain yang diterima yaitu menderita Covid-19 ini dianggap sebagai aib dan memalukan dan dianggap juga sebagai dosa besar. Banyak terjadi dimana tetangga yang menjauhkan diri bahkan sampai yang bersangkutan selesai rawatan, selesai masa isolasi dan dinyatakan sembuh pun. Tidak dilibatkan lagi di setiap kegiatan di desa bahkan sampai tidak diundang pada saat ada acara di lingkungan rumahnya.

Ditambah lagi pelabelan bahwa mereka yang menderita Covid-19 adalah mereka yang tidak patuh sama sekali dengan protokol kesehatan. Bila begitu hal yang dituduhkan, nah bagaimana dengan mereka para tenaga medis yang terinfeksi karena merawat pasien Covid-19? Apakah mereka dianggap tidak memakai Alat Pelindung Diri (APD) yang benar dan tidak mematuhi protokol kesehatan? Sungguh penyakit ini masih sangat baru dan menyimpan banyak sekali misteri. Tugas kita saat ini mengikuti segala prosedur kesehatan yang sudah ditetapkan oleh para ahli kesehatan.

            Sedangkan kita yang asyik melabeli, tidak pernah mengetahui bagaimana perasaan mereka dan keluarganya yang terkonfirmasi positif tersebut. Adanya perasaan bersalah dan khawatir malah menularkan kepada orang orang terdekat dan kepada orang lain. Adanya perasaan terpukul dan sangat down karena hasil positif yang diterima, dan ini bukan hanya untuk mereka yang sudah jelas hasil swab, akan tetapi bagi yang menunggu hasil swab pun merasakan hal yang sama. Penderita yang asimptomatik (tanpa gejala) juga tersugesti merasakan sesak nafas tiba tiba karena kekhawatiran yang dirasakan. Merasa sangat khawatir akan mengalami perburukan kondisi klinis, akan diisolasi di RS dan tidak bertemu sama sekali dengan orang terdekat bahkan sampai meninggal pun tidak bisa difardhukifayahkan oleh banyak orang. Belum lagi ada pandangan sinis dari tetangga bahkan teman yang sampai mengumumkan di media sosial pribadi bahwa ada tetangganya yang saat ini sedang isolasi.

            Begini burukkah sudah level sosial kita sekarang? Beginikah yang diajarkan oleh agama kita? Beginikah yang diperintahkan oleh Allah dan RasulNYA? Jelas sekali tidak demikian. Bila ada saudara kita yang sedang sakit atau mengalami kesusahan, sudah seharusnyalah kita ikut meringankan bebannya. Oleh karena situasi pandemi seperti ini kita tidak bisa menghibur dengan membesuk langsung, namun kita masih tetap bisa menghibur saudara kita tersebut dengan memberikan support positif dan mendoakan kesembuhannya segera.

            Tidak ada seorang pun di dunia ini yang menginginkan dirinya menjadi sakit. Tidak ada seorang pun yang ingin tertular serta menularkan penyakitnya kepada orang lain. Jadi mari kita semua hentikan sikap tersebut, sikap menyalahkan dan memojokkan mereka yang sudah  dinyatakan terkonfirmasi positif. Dengan status positif saja mereka sudah sangat merasa sedih apalagi mendapat perlakuan yang tidak sewajarnya. Stigma negatif lingkunganlah yang malah menyebabkan mereka yang sedang diuji dengan Covid-19 memburuk kondisinya.

Sesungguhnya memberikan semangat  dan dukungan positif sangatlah diperlukan apalagi bisa memberikan dukungan material kepada yang bersangkutan atau keluarganya yang mau tidak mau harus mengisolasi diri karena keharusan dan juga kewajiban moralnya tidak ingin menularkan kepada orang lain. Isolasi satu keluarga tentu banyak sekali berimbas terutama  bagi perekonomian. Sudah seharusnyalah para tetangga atau lingkungan terdekat memberikan bantuan dalam hal penyediaan bahan pangan untuk sehari hari. Karena bagaimanapun mereka yang diisolasi menjadi tidak bekerja, tidak bisa belanja kebutuhan sehari hari walaupun ada uang sekalipun.

Jadi kalau bisa menyemangati mengapa harus menyalahkan. Kalau bisa membantu mengapa harus menyusahkan. Akan tetapi bila memang tidak bisa dan tidak sempat membantu, setidaknya jangan membuat kondisi menjadi lebih buruk. Sebaik baik manusia adalah orang yang bermanfaat untuk orang lain.

Tertarik dengan kegiatan dan layanan informasi yang kami berikan?
Anda dapat memperoleh informasi terbaru melalui email.