ummihirzi@gmail.com

ummihirzi@gmail.com
Isi blog ini adalah makalah yang pernah saya buat dan presentasikan di IKA FK Unand, juga artikel kesehatan yang sudah dimuat di kolom Opini Media Lokal/Regional.

Mengenai Saya

Foto saya
Lahir di Bireuen, Aceh, tanggal 05 September 1977. Alumni FK Universitas Syiah Kuala Aceh. Dan telah memperoleh gelar Spesialis Anak dari Fakultas Kedokteran Universitas Andalas Padang. Aktif sebagai pengurus IDAI Aceh, IDI Aceh Besar, Anggota Komunitas Rhesus Negatif Aceh dan sebagai Konselor Menyusui juga Ketua Aceh Peduli ASI (APA)...

Jumat, 29 April 2011

Enuresis (mengompol) pada Anak

Enuresis (mengompol) merupakan keadaan yang tidak menyenangkan dan memusingkan bagi para orang tua. Enuresis dapat disebabkan oleh berbagai hal, antara lain : kelainan urologik, kelainan emosional, problem keluarga dan sebagainya.
Enuresis adalah pengeluaran air kemih yang tidak disadari pada seseorang yang pada umur itu pengendalian kandung kemih diharapkan sudah tercapai. Umumnya seorang anak sudah diharapkan tidak ngompol lagi pada usia 4 tahun selambat-lambatnya pada usia 5 tahun.
Enuresis nokturnal adalah enuresis yang terjadi pada malam hari, sedang enuresis diurnal adalah enuresis pada siang hari.
Menurut awal terjadinya, enuresis dibagi menjadi enuresis primer, yaitu bila enuresis terjadi sejak lahir dan tidak pernah ada periode normal dalam pengontrolan buang air kemih, sedang enuresis sekunder terjadi setelah 6 bulan dari periode setelah kontrol pengosongan air kemih sudah normal.

Enuresis lebih sering terjadi pada anak-anak yang berasal dari:
1. Golongan sosio-ekonomi rendah
2. Anak-anak yang pernah menderita hambatan sosial atau psikologi dalam periode perkembangan antara umur kehidupan
3. Latar belakang pendidikan orang tua yang rendah
4. Toilet training yang tidak adekuat
5. Anak pertama

Untuk menegakkan diagnosis kita harus melakukan anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan penunjang lainnya. Dari anamnesis kita harus dapat menentukan tipe dan beratnya enuresis.
Untuk itu kita perlu menanyakan sejak kapan terjadinya ngompol, waktu terjadinya ngompol (siang atau malam) dan apakah sedang tidur atau dalam keadaan bangun. Pada penderita enuresis diurnal harus ditanyakan bagaimana pancaran air kemihnya, urgensi enuresis, apakah intermitten atau terus menerus. Setelah itu perlu ditanyakan riwayat infeksi saluran kemih sebelumnya, keadaan psikososial anak, keadaan keluarga, riwayat enuresis pada orang tua atau saudaranya, dan apakah pernah mengalami konstipasi atau enkopresis.
Pemeriksaan laboratorium biasanya diperlukan untuk mengevaluasi enuresis, seperti pemeriksaan analisis air kemih, berat jenis air kemih, biakan urin, ureum, kreatinin dan lain-lain. Kesimpulannya pada pemeriksaan anak dengan enuresis harus bisa dibedakan apakah karena infeksi saluran kemih, ureter ektopik, gangguan fungsi kandung kemih atau kelainan anatomi kandung kemih.
Pengobatan enuresis pada anak harus dilihat secara individual dengan melihat beberapa hal, antara lain: attitude (sikap) anak dan orang tua, keadaan sosial ekonomi dan lingkungan rumah. Begitu juga anggota keluarga harus dapat membantu dalam memberikan motivasi yang sesuai dan pihak orang tua tidak mempertimbangkan pengobatan dengan obat-obatan sebagai pilihan pertama dalam program pengobatan enuresis anaknya.
Saat pengobatan dimulai, juga merupakan hal yang penting dan berbeda dari penderita ke penderita lain. Pengobatan biasanya diperlukan apabila enuresis menjadi problem bagi penderita maupun keluarga dan jarang diperlukan bila anak belum mencapai umur 5 atau 6 tahun. Pada anak-anak yang lebih muda pengobatan biasanya hanya berupa mendidik keluarga mengenai hal-hal yang dapat menyebabkan enuresis dan menunjukkan program latihan-latihan yang benar.
Pengobatan enuresis yang tidak mengalami komplikasi biasanya berupa konsultasi mengenai pemberian motivasi, conditioning therapy (pemasangan alarm), melatih
kebiasaan buang air kemih yang baik, psikoterapi, diet, hipnoterapi dan medikamentosa.
(Dari berbagai referensi)

Selasa, 26 April 2011

Inisiasi Menyusu Dini (IMD)

Inisiasi Menyusu Dini (IMD) adalah proses bayi menyusu segera setelah dilahirkan, di mana bayi dibiarkan mencari puting susu ibunya sendiri (tidak disodorkan ke puting susu). Inisiasi Menyusu Dini akan sangat membantu dalam keberlangsungan pemberian ASI eksklusif (ASI saja) dan lama menyusui. Dengan demikian, bayi akan terpenuhi kebutuhannya hingga usia 2 tahun, dan mencegah anak kurang gizi.
Bayi yang baru lahir memang bisa menyusu sendiri, tidak perlu disusui ibunya. Ia punya naluri kuat untuk mencari puting susu ibunya, asal kesempatan menyusu itu diberikan segera setelah lahir. Artinya, kesempatan ini diberikan sebelum bayi dibersihkan, ditimbang, dan sebagainya. Awalnya, ketika diletakkan di dada ibunya, bayi akan diam saja. Waktunya bisa sampai 30 menit. Ini masa di mana bayi menenangkan diri, memulihkan diri setelah mengalami perbedaan lingkungan. Sebelumnya ia berada di dalam rahim, sekarang ia di dunia luar.
Setelah itu, bayi akan mencium tangannya yang masih menyisakan bau makanannya saat ia masih di dalam rahim. Berdasarkan penciuman inilah, bayi akan bergerak mencari puting ibunya. Setelah mengeluarkan air liur, bayi akan merangkak naik dengan cara menekankan kakinya tepat di atas rahim ibunya. Cara ini berguna untuk menghentikan perdarahan di rahim ibu. Lalu, bayi akan mulai menjilati kulit ibunya. Ketika itulah, bakteri baik yang ada di kulit ibu akan tertelan oleh bayi dan bakteri ini yang akan menjaga kekebalan tubuhnya. Seberapa banyak bayi menjilat tergantung dari kebutuhan tubuh bayi akan bakteri tersebut.

Tahap-tahap dalam Inisiasi Menyusu Dini
1. Dalam proses melahirkan, ibu disarankan untuk mengurangi/tidak menggunakan obat kimiawi. Jika ibu menggunakan obat kimiawi terlalu banyak, dikhawatirkan akan terbawa ASI ke bayi yang nantinya akan menyusu dalam proses inisiasi menyusu dini.
2. Para petugas kesehatan yang membantu Ibu menjalani proses melahirkan, akan melakukan kegiatan penanganan kelahiran seperti biasanya. Begitu pula jika ibu harus menjalani operasi caesar.
3. Setelah lahir, bayi secepatnya dikeringkan seperlunya tanpa menghilangkan vernix (kulit putih). Vernix (kulit putih) menyamankan kulit bayi.
4. Bayi kemudian ditengkurapkan di dada atau perut ibu, dengan kulit bayi melekat pada kulit ibu. Untuk mencegah bayi kedinginan, kepala bayi dapat dipakaikan topi. Kemudian, jika perlu, bayi dan ibu diselimuti.
5. Bayi yang ditengkurapkan di dada atau perut ibu, dibiarkan untuk mencari sendiri puting susu ibunya (bayi tidak dipaksakan ke puting susu). Pada dasarnya, bayi memiliki naluri yang kuat untuk mencari puting susu ibunya.
6. Saat bayi dibiarkan untuk mencari puting susu ibunya, Ibu perlu didukung dan dibantu untuk mengenali perilaku bayi sebelum menyusu. Posisi ibu yang berbaring mungkin tidak dapat mengamati dengan jelas apa yang dilakukan oleh bayi.
7. Bayi dibiarkan tetap dalam posisi kulitnya bersentuhan dengan kulit ibu sampai proses menyusu pertama selesai.
8. Setelah selesai menyusu awal, bayi baru dipisahkan untuk ditimbang, diukur, dicap, diberi vitamin K.
9. Ibu dan bayi tetap bersama dan dirawat-gabung. Rawat-gabung memungkinkan ibu menyusui bayinya kapan saja si bayi menginginkannya, karena kegiatan menyusu tidak boleh dijadwal. Rawat-gabung juga akan meningkatkan ikatan batin antara ibu dengan bayinya, bayi jadi jarang menangis karena selalu merasa dekat dengan ibu, dan selain itu dapat memudahkan ibu untuk beristirahat dan menyusui.

Manfaat Kontak Kulit Bayi ke Kulit Ibu
1. Dada ibu menghangatkan bayi dengan tepat. Kulit ibu akan menyesuaikan suhunya dengan kebutuhan bayi. Kehangatan saat menyusu menurunkan risiko kematian karena hypothermia (kedinginan).
2. Ibu dan bayi merasa lebih tenang, sehingga membantu pernafasan dan detak jantung bayi lebih stabil. Dengan demikian, bayi akan lebih jarang rewel sehingga mengurangi pemakaian energi.
3. Bayi memperoleh bakteri tak berbahaya (bakteri baik) yang ada antinya di ASI ibu. Bakteri baik ini akan membuat koloni di usus dan kulit bayi untuk menyaingi bakteri yang lebih ganas dari lingkungan.
4. Bayi mendapatkan kolostrum (ASI pertama), cairan berharga yang kaya akan antibodi (zat kekebalan tubuh) dan zat penting lainnya yang penting untuk pertumbuhan usus. Usus bayi ketika dilahirkan masih sangat muda, tidak siap untuk mengolah asupan makanan.
5. Antibodi dalam ASI penting demi ketahanan terhadap infeksi, sehingga menjamin kelangsungan hidup sang bayi.
6. Bayi memperoleh ASI (makanan awal) yang tidak mengganggu pertumbuhan, fungsi usus, dan alergi. Makanan lain selain ASI mengandung protein yang bukan protein manusia (misalnya susu hewan), yang tidak dapat dicerna dengan baik oleh usus bayi.
7. Bayi yang diberikan mulai menyusu dini akan lebih berhasil menyusu ASI eksklusif dan mempertahankan menyusu setelah 6 bulan.
8. Sentuhan, kuluman/emutan, dan jilatan bayi pada puting ibu akan merangsang keluarnya oksitosin yang penting karena:
• Menyebabkan rahim berkontraksi membantu mengeluarkan plasenta dan mengurangi perdarahan ibu.
• Merangsang hormon lain yang membuat ibu menjadi tenang, rileks, dan mencintai bayi, lebih kuat menahan sakit/nyeri (karena hormon meningkatkan ambang nyeri), dan timbul rasa sukacita/bahagia.
• Merangsang pengaliran ASI dari payudara, sehingga ASI matang (yang berwarna putih) dapat lebih cepat keluar.

(Dari berbagai sumber)

Selasa, 19 April 2011

TATA LAKSANA INFEKSI HIV PADA ANAK

Tujuan tatalaksana penderita infeksi HIV pada anak sama seperti pada penyakit lainnya yaitu memelihara kesehatan secara keseluruhan, memantau serta mencegah progresifitas penyakit, pencegahan infeksi oportunistik, evaluasi serta terapi kejiwaan serta edukasi dan dukungan kepada orangtua dan keluarga. Tata laksana lengkap meliputi pemantauan tumbuh kembang, nutrisi, imunisasi, tatalaksana medikamentosa.
Pengobatan medikamentosa mencakup pemberian obat-obatan profilaksis infeksi oportunistik yang tingkat morbiditas dan mortalitasnya tinggi. Terapi profilaksis berupa pemberian kotrimoksazole pada penderita HIV yang berusia kurang dari 12 bulan dan siapapun yang memiliki kadar CD4 <15% hingga dipastikan bahaya infeksi pneumonia akibat parasit pneumocystis jirovecii.
Pengobatan penting adalah pemberian anti retroviral (ARV). Sebelum memberikan ARV, ada beberapa hal yang harus diperhatikan antara lain kerjasama pengasuh dan orangtua, karena mereka harus memahami tujuan pengobatan, mematuhi program pengobatan, dan pentingnya kontrol. Pemberian ARV dimulai bila keluarga sudah diyakinkan untuk siap dan patuh. Tujuan pengobatan yang ingin dicapai adalah: 1). Memperpanjang usia hidup anak yang terinfeksi, 2). Mencapai tumbuh kembang yang optimal, 3). Menjaga, menguatkan dan memperbaiki sistem imun dan mengurangi infeksi oportunistik, 4). Menekan replikasi virus HIV dan mencegah progresifitas penyakit, dan 5). Mengurangi morbiditas anak dan meningkatkan kualitas hidupnya

PILIHAN OBAT ARV

Dengan semakin meningkatnya pengidap HIV dan kasus AIDS yang memerlukan terapi antiretroviral (ARV), maka strategi penanggulangan HIV dan AIDS dilaksanakan dengan memadukan upaya pencegahan dengan upaya perawatan, dukungan serta pengobatan.
Anti retroviral untuk anak harus memenuhi syarat farmakokinetik, formulasi yang tepat untuk anak, dan pembuatan dosis yang tepat menurut umur. Selain itu juga faktor yang berpengaruh dalam pemberian ARV adalah potensi obat, kompleksitas pemberian (frekuensi dosis, hubungannya dengan makanan dan minuman) dan efek samping.
Terdapat 5 kelas obat ARV hingga saat ini, yaitu yang tergolong nucleoside reverse transcriptase inhibitor (NRTI), non-nucleoside reverse transcriptase inhibitor (NNRTI), protease inhibitor (PI), anti integrase, dan fusion entry inhibitor. Umumnya rekomendasi pemakaian ARV untuk anak didasarkan pada studi efikasi pada orang dewasa dan didukung oleh penelitian keamanan dan farmakokinetik. Penggunaan ARV pada anak paling tidak 3 obat dan minimal 2 kelas obat yang berbeda. Panduan obat yang banyak dianut adalah panduan WHO.
Program terapi ARV di Indonesia mulai berjalan sejak tahun 2004. Untuk melaksanakan program ini pemerintah menyiapkan pedoman nasional, melatih tenaga kesehatan, serta menyiapkan obat ARV. WHO merekomendasikan penggunaan obat ARV lini pertama berupa kombinasi 2 NRTI dan 1 NNRTI. Obat ARV lini pertama yang termasuk NRTI adalah Zidovudin/AZT, lamivudin/3TC, stavudin/d4T, sedangkan NNRTI adalah nevirapin dan efavirenz. Kombinasi obat ARV lini pertama yang dapat digunakan dapat berupa AZT, 3TC, Nevirapin atau AZT, 3TC, efavirenz atau d4T, 3TC, nevirapin atau d4T, 3TC.

(Refrat Alergi Imunologi, sumber: berbagai referensi)

Sabtu, 16 April 2011

ASMA PADA ANAK

Definisi terbaru yang dikeluarkan oleh Unit Kerja Koordinasi (UKK) Respirologi IDAI pada tahun 2004 menyebutkan bahwa asma adalah mengi berulang dan/atau batuk persisten dengan karakteristik sebagai berikut; timbul secara episodik, cenderung pada malam/dini hari (nokturnal), musiman, setelah aktifitas fisik serta terdapat riwayat asma atau atopi lain pada pasien dan/atau keluarganya.

Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya asma:
• Pemicu: Alergen dalam ruangan seperti tungau, debu rumah, binatang berbulu (anjing, kucing, tikus), alergen kecoak, jamur, kapang, ragi, serta pajanan asap rokok.
• Pemacu: Rhinovirus, ozon, pemakaian β2 agonist.
• Pencetus: Infeksi viral saluran napas, aeroalergen seperti bulu binatang, alergen dalam rumah (debu rumat, kecoa, jamur), seasonal aeroalergen seperti serbuk sari, asap rokok, polusi udara, pewangi udara, alergen di tempat kerja, udara dingin dan kering, olahraga, menangis, tertawa, hiperventilasi, dan kondisi komorbid (rinitis, sinusitis, dan gastroesofageal refluks).

Berikut skema mekanisme terjadinya asma:


Kelompok anak yang patut diduga asma adalah anak yang menunjukkan batruk dan/atau mengi yang timbul secara episodik, cenderung pada malam atau dini hari (nokturnal), musiman, setelah aktivitas fisik, serta adanya riwayat asma dan/atau atopi pada pasien atau keluarga.
Gejala dan serangan asma pada anak tergantung pada derajat serangannya. Pada serangan ringan anak masih aktif, dapat berbicara lancar, tidak dijumpai adanya retraksi baik di sela iga maupun epigastrium. Frekuensi nafas masih dalam batas normal. Pada serangan sedang dan berat dapat dijumpai adanya wheezing terutama pada saat ekspirasi, retraksi, dan peningkatan frekuensi nafas dan denyut nadi bahkan dapat dijumpai sianosis. Berbagai tanda atau manifestasi alergi, seperti dermatitis atopi dapat ditemukan.
Tujuan tatalaksana asma anak secara umum adalah untuk menjamin tercapainya tumbuh kembang anak secara optimal sesuai dengan potensi genetiknya. Secara lebih khusus tujuan yang ingin dicapai adalah:
1. Pasien dapat menjalani aktivitas normal sebagai seorang anak, termasuk bermain dan berolah raga.
2. Sedikit mungkin angka absensi sekolah.
3. Gejala tidak timbul siang ataupun malam hari (tidur tidak terganggu)
4. Uji fungsi paru senormal mungkin, tidak ada variasi diurnal yang mencolok pada PEF.
5. Kebutuhan obat seminimal mungkin, kurang dari sekali dalam dua tiga hari, dan tidak ada serangan.
6. Efek samping obat dapat dicegah agar tidak atau sedikit mungkin timbul, terutama yang mempengaruhi tumbuh kembang anak.

Obat asma dapat dibagi dalam 2 kelompok besar, yaitu obat pereda (reliever) dan obat pengendali (controller). Obat pereda digunakan untuk meredakan serangan atau gejala asma jika sedang timbul. Bila serangan sudah teratasi dan sudah tidak ada lagi gejala maka obat ini tidak lagi digunakan atau diberikan bila perlu. Kelompok kedua adalah obat pengendali yang disebut juga obat pencegah, atau obat profilaksis. Obat ini digunakan untuk mengatasi masalah dasar asma, yaitu inflamasi kronik saluran nafas. Dengan demikian pemakaian obat ini terus menerus diberikan walaupun sudah tidak ada lagi gejalanya kemudian pemberiannya diturunkan pelan – pelan yaitu 25 % setip penurunan setelah tujuan pengobatan asma tercapai 6 – 8 minggu.

Prevensi dan Intervensi Dini
• Pengendalian lingkungan : menghindarkan anak dari asap rokok, tidak memelihara hewan berbulu, memperbaiki ventilasi ruangan, mengurangi kelembaban kamar untuk anak yang sensitif terhadap debu rumah dan tungau.
• Pemberian ASI ekslusif minimal 4 bulan
• Menghindari makanan berpotensi alergen

(Dari berbagai referensi)

IBU MENYUSUI DAN OBAT-OBATAN

Sebenarnya obat yang langsung ke ASI itu jumlahnya sangat sedikit. Sebagian kecil berpengaruh kepada bayi. Secara umum, menghentikan pemberian ASI jauh lebih berbahaya daripada pengaruh obat tersebut. Hanya sebagian kecil obat yang mempunyai efek samping. Bayi yang berumur kurang dari 1 bulan mempunyai masalah yang lebih besar dibandingkan dengan bayi yang lebih tua.
• Amat jarang ada situasi, yang merupakan kontra indikasi menyusui
Jika ibu mendapat obat anti kanker, pemberian ASI boleh dihentikan. Jika ibu mendapatkan pengobatan radioaktif, ibu dapat menghentikan pemberian ASI untuk sementara.
• Beberapa obat dapat menimbulkan efek samping, yang kadang-kadang menyebabkan perlunya penghentian pemberian ASI.
Jika ibu mendapatkan obat psikiatrik atau anti konfulsan, kadang-kadang membuat bayi (berusia kurang dari 1 bulan) yang menyusui menjadi tampak lemah. Khusunya jika diberikan barbiturate atau diazepam. Jika memungkinkan sebaiknya diganti dengan obat lain yang mempunyai efek samping kecil. Namun demikian, sangat berbahaya jika mengubah pengobatan secara cepat khususnya pada kasus epilepsy. Jika tidak ada alternative, teruskan pemberian ASI dan amatilah bayinya. Jika terjadi efek samping, pemberian ASI dapat dihentikan.
• Beberapa antibiotik perlu dihindari
Antibiotik pada umumnya aman bagi ASI dan bayi. Tetapi lebih baik menghindari pemberian khloramphenicol, tetrasiklin serta metronidazole. Jika salah satu antibiotik tersebut harus diberikan kepada ibu, teruskan menyusui dan amatilah bayinya. Pada umumnya tidak ada masalah.
• Obat yang menyebabkan menurunnya produksi ASI perlu dihindari
Hindari penggunaan kontrasepsi yang mengandung estrogen. Hindari penggunaan thiazide diuretic seperti chlorotiazide karena obat ini menurunkan produksi ASI.
• Kebanyakan obat yang diumumkan adalah aman pada dosis biasa
Jika ibu menyusui mendapatkan obat, tetapi tidak yakin obat apa:
- Cek daftar obat
- Anjurkan agar ibu terus menyusui sambil mencoba mengetahui obat apa yang diberikan
- Amatilah bayi jika terjadi efek samping seperti mengantuk, tidak nafsu makan dan ikterus khususnya jika ibu mengkonsumsi obat untuk waktu yang lama.
- Jika khawatir, cobalah mencaro obat alternative yang anda ketahui lebih aman
- Jika bayi terkena efek samping dan ibu tidak mengubah penggunaan obatnya, gunakanlah metode alternative yang aman
- Jika bayi terkena efek samping dan anda tidak mungkin mengubah obatnya, pertimbangkan cara pemberian makanan yang lain, untuk sementara waktu bila mungkin.

(Sumber: Manajemen Laktasi, Perinasia)

PERMASALAHAN MENYUSUI PADA MASA PERSALINAN DINI

1. Puting susu datarPuting yang kurang menguntungkan seperti ini sebenarnya tidak selalu menjadi masalah. Yang paling efisien untuk memperbaiki keadaan ini isapan langsung bayi yang kuat. Maka sebaiknya tidak dilakukan apa-apa, tunggu saja sampai bayi lahir. Segera setelah pasca lahir lakukan:
• Skin to skin kontak dan biarkan bayi mengisap sedini mungkin
• Biarkan bayi mencari putting kemudian mengisapnya dan bila perlu dicoba berbagai posisi untuk mendapat keadaan yang paling menguntungkan. Rangsang putting biar dapat keluar sebelum bayi mengambilnya.
• Apabila putting benar-benar tidak bisa muncul, dapat ditarik dengan pompa putting susu (nipple puller), atau sedotan putting dipakai terbalik
• Jika tetap mengalami kesulitan, usahakan agar bayi tetap disusui dengan sedikit penekanan pada areola mammae dengan jari sehingga membentuk dot ketika memasukkan putting susu ke dalam mulut bayi.
• Bila terlalu penuh, ASI dapat diperas dahulu dan diberikan dengan sendok atau cangkir atau teteskan langsung ke mulut bayi.

2. Puting susu lecet
Pada keadaan ini seringkali seorang ibu menghentikan menyusui karena putingnya sakit. Yang perlu dilakukan adalah
• Cek bagaimana perlekatan ibu-bayi
• Apakah terdapat infeksi candida (jamur) pada mulut bayi. Kulit merah, berkilat, kadang gatal, terasa sakit yang menetap dan kulit kering bersisik
Pada keadaan puting susu lecet, yang kadangkala retak atau luka, dapat dilakukan dengan cara:
• Ibu dapat terus memberikan ASInya pada keadaan luka tidak begitu sakit
• Olesi puting susu dengan ASI akhir (hind milk), jangan sekali-kali memberikan obat lain seperti krim, salep dan lain-lain.
• Puting susu yang sakit dapat diistirahatkan untuk sementara waktu kurang lebih 1 x 24 jam dan biasanya akan sembuh sendiri dalam waktu sekitar 2 x 24 jam
• Selama puting susu diistirahatkan, sebaiknya ASI tetap dikeluarkan dengan tangan, dan tidak dianjurkan dengan alat pompa karena nyeri
• Cuci payudara sekali saja sehari dan tidak dibenarkan untuk menggunakan dengan sabun.

3. Payudara bengkak
Dibedakan dengan payudara penuh, karena berisi ASI dengan payudara bengkak. Pada payudara penuh, rasa berat pada payudara, panas dank eras. Bila diperiksa ASI keluar, dan tidak ada demam. Pada payudara bengkak, edema, sakit, putting kencang, kulit mengkilat walaupun tidak merah dan bila diperiksa/isap ASI tidak keluar. Badan bisa demam setelah 24 jam. Hal ini terjadi antara lain karena produksi ASI meningkat, terlambat menyusukan dini, perlekatan kurang baik, mungkin kurang sering ASI dikeluarkan dan mungkin juga ada pembatasan waktu menyusui.
Untuk mencegah hal tersebut maka diperlukan (1) menyusui dini, (2) perlekatan yang baik, (3) menyusui ‘on demand’. Bayi harus lebih sering disusui. Apabila terlalu tegang, atau bayi tidak dapat menyusu, sebaiknya ASI dikeluarkan dahulu agar ketegangan menurun. Dan untuk merangsang reflex oksitosin maka dilakukan:
• Kompres panas untuk mengurangi rasa sakit
• Ibu harus rileks
• Pijat leher dan punggung belakang
• Pijat ringan pada payudara yang bengkak (pijat pelan-pelan ke arah tengah)
• Stimulasi payudara dan putting
• Selanjutnya kompres dingin pasca menyusui untuk mengurangi edema. Pakailah BH yangs sesuai. Bila terlalu sakit dapat diberikan obat analgetik.

4. Mastitis (abses payudara)
Mastitis adalah peradangan pada payudara. Payudara menjadi merah, bengkak kadangkala diiukti rasa nyeri dan panas, suhu tubuh meningkat. Di dalam terasa ada masa padat (lump), dan di luarnya kulit menjadi merah. Kejadian ini terjadi pada masa nifas 1-3 minggu setelah persalinan diakibatkan oleh sumbatan saluran susu yang berlanjut. Keadaan ini disebabkan kurangnya ASI diisap/dikeluarkan atau pengisapan yang tak efektif. Dapat juga karena kebiasaan menekan payudara dengan jari atau karena tekanan baju/BH. Pengeluaran ASI yang kurang baik pada payudara yang besar, terutama pada bagian bawah payudara yang menggantung.
Ada dua jenis mastitis; yaitu yang hanya karena milk stasis adalah Non Infective Mastitis dan yang telah terinfeksi bakteri (Infective mastitis). Lecet pada putting dan trauma pada kulit juga dapat mengundang infeksi bakteri. Beberapa tindakan yang dapat dilakukan:
• Kompres hangat/panas dan pemijatan
• Rangsang oksitosin: dimulai pada payudara yang tidak sakit, yaitu stimlasi putting, pijat leher punggung.
• Pemberian antibiotika
• Bila perlu bisa diberikan istirahat total dan obat untuk penghilang rasa nyeri
• Kalau sudah terjadi abses sebaiknya payudara yang sakit tidak boleh disusukan karena mungkin memerlukan tindakan bedah.

(Sumber: Manajemen Laktasi, Perinasia)

ASI DAN IBU YANG BEKERJA

Seringkali alasan pekerjaan membuat seorang ibu berhenti menyusui. Sebenarnya ada beberapa cara yang dapat dianjurkan pada ibu yang menyusui yang bekerja:
1. Susuilah bayi sebelum ibu bekerja
2. ASI dikeluarkan untuk persediaan di rumah sebelum berangkat bekerja
3. Pengosongan payudara di tempat kerja, setiap 3-4 jam
4. ASI dapat disimpan di lemari pendingin dan dapat diberikan pada saat ibu bekerja, dengan cangkir
5. Pada saat ibu di rumah, sesering mungkin bayi disusui dang anti jadwal menyusuinya sehingga banyak menyusui di malam hari.
6. Ketrampilan mengeluarkan ASI dan mengubah jadwal menyusui sebaiknya telah mulai dipraktekkan sejak 1 bulam sebelum ibu kembali bekerja
7. Minum dan makanan yang bergizi dan cukup selama bekerja dan selama menyusui bayinya.

PENGELUARAN ASI
Keluarkan ASI sebanyak mungkin dan tamping dalam cangkir atau tempat/teko yang bersih. Ada ibu yang dapat mengeluarkan sampai 2 cangkir (400-500 ml) atau lebih walaupun setelah bayi selesai menyusui. Tetapi meskipun hanya 1 cangkir (200 ml) sudah bisa untuk pemberian 2 kali 100 ml.

PENYIMPANAN ASI
1. ASI bisa disimpan 6-8 jam di temperature ruangan (19-25oC), bila masih kolustrum (1-7 hari)
2. 1-2 hari di lemari es (4oC)
3. 2 minggu- 4 bulan di freezer dalam lemari es (-4oC)
4. Bertahun dalam deep freezer (-18oC)

ASI perlu dicairkan dulu dalam lemari es 4oC, ASI kemudian tidak boleh dimasak/dipanaskan, hanya dihangatkan dengan merendam dalam air hangat.

(Sumber: Manajemen Laktasi, Perinasia)

Tertarik dengan kegiatan dan layanan informasi yang kami berikan?
Anda dapat memperoleh informasi terbaru melalui email.