ummihirzi@gmail.com

ummihirzi@gmail.com
Isi blog ini adalah makalah yang pernah saya buat dan presentasikan di IKA FK Unand, juga artikel kesehatan yang sudah dimuat di kolom Opini Media Lokal/Regional.

Mengenai Saya

Foto saya
Lahir di Bireuen, Aceh, tanggal 05 September 1977. Alumni FK Universitas Syiah Kuala Aceh. Dan telah memperoleh gelar Spesialis Anak dari Fakultas Kedokteran Universitas Andalas Padang. Aktif sebagai pengurus IDAI Aceh, IDI Aceh Besar, Anggota Komunitas Rhesus Negatif Aceh dan sebagai Konselor Menyusui juga Ketua Aceh Peduli ASI (APA)...

Rabu, 17 Agustus 2016

Mengenal Autisme

Bulan April disebut juga sebagai bulan Autis, tepatnya tanggal 2 April ditetapkan sebagai Autisme Awareness Day. Istilah autis sudah sering kita dengar bahkan terkadang sudah dijadikan bahasa lelucon di kalangan masyarakat. Apa dan bagaimana autis itu sebenarnya?

Autis atau autisme atau autism spectrum disorders (ASD) merupakan salah satu gangguan perkembangan anak yang mempunyai beberapa karakteristik utama, yaitu gangguan komunikasi atau interaksi sosial dan perilaku repetitif (berulang) untuk aktivitas tertentu, yang muncul sejak usia dini dan mengganggu atau membatasi fungsional anak dalam kehidupannya sehari hari. Autisme merupakan kelainan perkembangan anak yang masuk dalam kelompok pervasive developmental disorder (PDD). PDD merupakan kelainan perkembangan pada anak yang sifatnya luas dan kompleks. Selain autisme, yang termasuk PDD adalah Asperger syndrome, PDD-NOS (pervasive developmental disorder not otherwise spesific), rett syndrome, childhood disintegrative disorder (CDD). Autisme lebih banyak dijumpai pada anak laki laki dibandingkan dengan perempuan (4 : 1).

Angka kejadian autisme makin meningkat. Laporan terakhir dari Amerika pada tahun 2010 menunjukkan prevalensi autisme sebanyak 14,7 dari 1000 (1 setiap 68) anak berumur sampai 8 tahun. Walaupun jumlah kasus dan penelitian sudah sangat banyak tentang autisme, akan tetapi sampai sekarang penyebabnya belum diketahui pasti. Sebagian ahli mengatakan bahwa patogenesis autisme terjadi sejak masa prenatal. Beberapa studi juga mengaitkan patogenesis autisme dengan interaksi antara faktor genetik dengan lingkungan. Masih belum ditemukannya penyebab pasti autisme menyebabkan munculnya berbagai teori penyebab autisme. Berbagai informasi yang beredar di kalangan masyarakat bahwa beberapa penyebab autisme yaitu berupa penggunaan vaksin. Vaksin MMR dan kandungan timerosal dalam vaksin, adanya kandungan logam berat dalam rambut dituduh sebagai penyebab autisme. Padahal berdasarkan berbagai penelitian, menunjukkan bahwa hubungan pemberian vaksin MMR dan autisme tidak terbukti demikian juga dengan hubungan timerosal dalam vaksin tidak terbukti sebagai penyebab autisme. Penelitian mengenai konsentrasi logam berat dalam rambut sangat lemah dan tidak dapat membuktikan hal tersebut.

Tanda dan gejala awal ASD mulai tampak sebelum usia 3 tahun dan berjalan terus sepanjang hidup anak, meskipun dalam perjalanannya dapat membaik seiring waktu. Sebagian anak autisme menunjukkan perkembangan yang normal sampai sekitar usia 18 sampai 24 bulan dan kemudian baru menunjukkan keterlambatan. Studi menunjukkan bahwa 80-90% anak autisme sudah menampakkan abnormalitas perkembangan pada usia 24 bulan. 

Adapun tanda dan gejala yang umumnya terkait dengan autisme adalah: 1).Interaksi sosial yaitu berupa tidak bereaksi ketika namanya dipanggil di usia 12 bulan, menghindari kontak mata, lebih suka menyendiri, tidak suka berinteraksi dengan anak lain, hanya berinteraksi untuk mencapai keinginannya saja, ekspresi wajah yang datar dan tidak wajar, tidak memahami batas batas ruang pribadi atau personal, menghindari adanya kontak fisik, serta memiliki kesulitan memahami perasaan orang lain atau mengemukakan perasaan sendiri. 2). Komunikasi: keterlambatan bicara dan bahasa, mengulang ulang kata atau kalimat terus menerus (echolalia), terbalik mengartikan kata milik (misal kata “kamu” untuk mengartikan “aku”), memberikan jawaban yang tidak terkait pertanyaan, tidak dapat menunjuk sesuatu, hampir tidak pernah menggunakan bahasa tubuh (misal tidak pernah melambaikan tangan untuk dadagh), bicara atau bernyanyi dengan wajah yang datar (seperti robot), tidak dapat bermain peran atau bermain pura pura, tidak mengerti atau tidak respon bila digoda atau diberi gurauan. 3). Perilaku: suka menyusun mainan atau benda menjadi satu baris, uka memainkan sebuah mainan yang sama sepanjang waktu, sangat suka terhadap suatu bagian dari sebuah objek (misal: roda mobil, atau benda berputar), sangat terorganisasi dan mengikuti kegiatan rutin saja, mudah marah hanya terhadap perubahan yang kecil saja. Sering mengamuk tak terkendali (temper tantrum) bila tidak mendapatkan yang diinginkan bahkan bisa agresif (menyerang), mempunyai ketertarikan yang bersifat obsesif, suka mengepak ngepakkan tangan (flapping) atau memutar tubuh.
Suatu panduan mengenai red flags atau tanda bahaya dapat digunakan untuk mengetahui adanya keterlambatan bicara sehingga dapat dilanjutkan dengan pemeriksaan lebih rinci. Red flags tersebut yaitu: tidak ada babbling (suara bayi ba ba atau da da), menunjuk atau mimik lain pada usia 12 bulan, tidak ada satu kata berarti pada usia 16 bulan, tidak ada kalimat yang terdiri dari dua kata spontan yang bukan ekolalia pada umur 24 bulan serta hilangnya kemampuan berbahasa atau kemampuan sosial pada semua umur.

Dokter (dokter umum, dokter spesialis anak, sub spesialis tumbuh kembang dan rehabilitasi medik), dan psikolog harus menggunakan instrumen skrining yang baik untuk autisme. Instrumen skrining yang paling lazim digunakan adalah The Modified Checklist for Autisme in Toddlers (M-CHAT). Skrining perkembangan dapat dilakukan oleh sejumlah profesional kesehatan dalam bentuk kunjungan rutin ke pusat kesehatan, komunitas dan sekolah. Dokter di layanan primer seperti Puskesmas mempunyai posisi yang sangat strategis untuk mempromosikan kegiatan skrining perkembangan di level keluarga dan sekolah secara komprehensif. 

Menegakkan diagnosis ASD tidak mudah karena tidak ada pemeriksaan medis penunjang yang spesifik, seperti pemeriksaan laboratorium untuk ASD. Diagnosisnya ditegakkan dari hasil observasi secara komprehensif dari tahapan perkembangan dan perilaku anak yang dilaporkan oleh orang tua dan/atau observasi dari pemeriksa. Terapi pada autisme dapat berupa terapi behavioral/perilaku, terapi sensori integrasi dan terapi wicara. Terapi sensori integrasi (SI) dilakukan pada 80% anak autisme. Pada anak autisme seperti telah disebutkan sebelumnya sering mengalami perilaku flapping, berputar putar, menarik diri, bergoyang goyang. Perilaku tersebut dianggap masalah sensoris. Terapi sensori integrasi adalah proses mengenal, mengubah dan membedakan sensasi dari sitem sendorik untuk menghasilkan suatu respon. Terapi SI dilakukan dengan alat alat tertentu, menggunakan aktivitas bermain dan berinteraksi. Terapi ini berupa memberikan kesempata pada si anak untuk mengalami berbagai pengalaman sensori, memberikan aktivitas yang menantang, mengajak anak berperan aktif dalam proses terapi, mengatur peralatan dan ruangan yang nyaman, menghormati emosi anak, memberikan pandangan positif pada nak, menjalin hubungan dengan ank serta menciptakn iklim kepercayaan. Aktivitas tersebut meningkatkan partisipasi si anak, mengintegrasikan informasi sensoris dan meningkatkan respon adaptif termasuk joint attention, kemampuan sosial, perencanaan gerak. Dari hasil tiga penelitian didapatkan bahwa terdapat efek positif terapi SI yaitu berupa perbaikan tidur, berkurangnya perilaku repetitif dan berkurangnya beban pengasuhan. Terapi wicara disebut juga sebagai terapi oral-motor. Dilakukan pada anak autisme yang sudah dapat berbicara tetapi menunjukkan artikulasi yang buruk. Pada anak yang belum bisa bicara, terapi perilaku lebih bermanfaat daripada terapi wicara. Kemampuan bicara sangat ditentukan oleh kemampuan kognitif anak. 

Untuk pengobatan medis, belum ada obat yang dapat menyembuhkan autisme. Ada dua obat yang diberikan biasanya hanya untuk memperbaiki irritabilitas, dan hanya digunakan bila anak menunjukkan perilaku disruptif yang tidak dapat diatasi dengan terapi. Masih belum adanya obat bagi autisme juga memunculkan berbagai teori terapi alternatif. Terapi alternatif, diet dan suplemen dilakukan oleh 25-80% orang tua. Terapi diet dan suplemen diberikan oleh 25% orangtua. Terapi alternatif yang berbahaya tidak boleh dilakukan,  terapi tersebut hanya boleh dilakukan bila sudah dibuktikan dengn metoda penelitian yang benar. Diet gluten free dan casein free (GFCS) yang sering dilakukan, sebagian besar peneliti melaporkan bahwa diet GFCS tersebut tidak bermanfaat.

Bantuan psikologis sangat diperlukan terutama untuk membantu orangtua dalam menghadapi autisme pada anak mereka. Kehidupan keluarga bisa berubah total begitu anaknya divonis menderita autisme. Bantuan psikolog juga diperlukan pada saat anak akan beralih dari terapi ke sekolah, diperlukan evaluasi apakah anak harus masuk sekolah khusus, sekolah inklusi dengan guru pendamping atau sekolah biasa.

Pada penderita autisme ini, sangat diharapkan kolaborasi yang optimal dan baik antara tim dan keluarga. Orang tua harus memberikan dukungan penuh dan semangat kepada anaknya demikian juga anggota keluarga lain. Lingkungan rumah, tetangga, komunitas, sekolah juga diharapkan dapat memberikan support minimal dengan tidak menganggap sebagai sebuah gangguan dan tidak menjadikan autisme sebagai lelucon yang terkadang istilahnya sering “diplesetkan”. Deteksi dini autisme sangat penting dalam kaitan program intervensi yang dilakukan di usia dini dan dapat memperbaiki outcome kemampuan dan perilaku anak dengan autisme. Dengan penatalaksanaan yang berkesinambungan dan berkelanjutan maka tujuan hidup mandiri dan meningkatnya kualitas hidup akan tercapai.

Jadi bila kita mencurigai si kecil menunjukkan gejala ke arah autisme, jangan ditunda ya. Segera cari pertolongan. Dokter mungkin akan melakukan skrining untuk memastikan apakah betul si kecil menderita autisme. Semakin dini diketahui, semakin cepat terapi bisa dilakukan dan hasilnya akan jauh lebih baik dibandingkan bila anak sudah berumur 5 tahun lebih.

(Tulisan ini sudah dimuat di Kolom Opini Harian Serambi Indonesia, 26 April 2016).

Tidak ada komentar:
Write komentar

Tertarik dengan kegiatan dan layanan informasi yang kami berikan?
Anda dapat memperoleh informasi terbaru melalui email.