ummihirzi@gmail.com

ummihirzi@gmail.com
Isi blog ini adalah makalah yang pernah saya buat dan presentasikan di IKA FK Unand, juga artikel kesehatan yang sudah dimuat di kolom Opini Media Lokal/Regional.

Mengenai Saya

Foto saya
Lahir di Bireuen, Aceh, tanggal 05 September 1977. Alumni FK Universitas Syiah Kuala Aceh. Dan telah memperoleh gelar Spesialis Anak dari Fakultas Kedokteran Universitas Andalas Padang. Aktif sebagai pengurus IDAI Aceh, IDI Aceh Besar, Anggota Komunitas Rhesus Negatif Aceh dan sebagai Konselor Menyusui juga Ketua Aceh Peduli ASI (APA)...

Jumat, 06 Januari 2017

RUANG LAKTASI DI PENGUNGSIAN


Gempa berkekuatan 6,4 Skala Richter yang terjadi pada Hari Rabu 7 Desember 2016 telah memberikan banyak duka kepada masyarakat Aceh khususnya yang berada di Wilayah Kabupaten Pidie Jaya dan sebagian wilayah Kabupaten Bireuen. Banyak korban meninggal karena terhimpit bangunan yang roboh, juga korban yang luka berat serta luka ringan. Bangunan rumah dan ruko banyak yang hancur total ataupun retak. Kondisi demikian menyebabkan warga harus tinggal di pengungsian. Masih seringnya terjadi gempa susulan juga menjadi alasan bagi warga masyarakat untuk tetap tinggal di lokasi pengungsian walaupun rumahnya tidak ikut roboh atau retak.

            Berada di lokasi pengungsian bukanlah hal yang diidamkan oleh semua orang. Tidak pernah terbersit sedikitpun di kepala kita bahwa kita menginginkannya. Semua terjadi karena musibah yang mengharuskan para warga korban untuk menetap sementara di tenda pengungsi. Tidur berhimpitan, cuaca terasa panas bila siang hari dan kedinginan bila di malam hari. Ditambah lagi keadaan sanitasi yang kurang baik juga kurang tersedianya air bersih.  Kondisi demikian semakin terasa berat terutama bagi para lansia, ibu ibu hamil, ibu ibu menyusui beserta bayinya juga anak anak. Jumlah bayi dan anak yang berada di pengungsian yaitu sebanyak 4800 jiwa yang tersebar di 65 titik pengungsian di lima kecamatan. Mereka sangat rentan terserang berbagai penyakit dan kondisi yang sedang lemah seperti pada lansia juga ibu hamil dan anak anak membutuhkan kenyamanan tempat tinggal. Selain itu ibu ibu menyusui juga sangat membutuhkan ruang privasi buat menyusui bayinya sehingga pemberian ASI bisa tetap dilanjutkan. Bagaimana kondisi tenda pengungsian yang ada selama ini?
ASI tidak tergantikan
ASI (Air Susu Ibu) merupakan minuman yang tidak tergantikan bagi bayi. Tidak ada satupun susu formula yang bisa menyamai isi kandungan ASI. Allah sudah menciptakan ASI untuk mencukupi kebutuhan bayi selama 2 tahun. Perintah Allah kepada para Ibu untuk menyusui bayinya selama 2 tahun tersebut termaktub dalam Al Quran dalam Surat Albaqarah ayat 233. Pada enam bulan pertama perlu diberikan ASI secara eksklusif yang berarti si bayi hanya diberikan ASI saja tanpa ada makanan dan minuman lain termasuk susu formula, madu, air tajin juga air putih.  
            ASI mampu mencukupi 100% kebutuhan bayi sampai usia 6 (enam) bulan. Jadi tidak diperlukan adanya penambahan makanan/minuman lain termasuk tidak diperlukan tambahan susu formula. Pemberian susu formula pada bayi baru lahir hanya atas beberapa alasan yaitu atas indikasi medis, ibu tidak ada dan ibu terpisah dari bayi (PP no. 33 tahun 2012 pasal 7).
            Melanjutkan pemberian ASI kepada bayinya pada Ibu yang sedang menyusui harus dilakukan walaupun sedang dalam kondisi mengungsi atau terkena bencana. Hal ini menjadi sangat penting karena merupakan langkah yang tepat dalam menyelamatkan jiwa si bayi. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa bayi yang tidak diberikan ASI dan hidup di daerah yang rawan penyakit dan lingkungan tidak higienis mempunyai risiko antara 6-25 kali lebih tinggi untuk meninggal karena diare, dibanding anak yang disusui. Menyusui bayi secara eksklusif sangat menguntungkan, karena aman dan produksinya terjamin, serta tidak terpajan air yang terkontaminasi kuman dan parasit yang dapat menyebabkan penyakit.
            Berkaitan dengan kondisi bencana saat ini dan bencana yang pernah terjadi sebelumnya banyak sekali pihak yang memberikan bantuan barang termasuk salah satunya adalah susu formula. Tentu saja kita sangat menghargai kedermawanan semua pihak dalam memberikan bantuannya. Akan tetapi alangkah lebih bijaksananya apabila sebelum memberikan bantuan supaya dapat terlebih dahulu mendata ataupun mencari informasi bantuan apakah yang sebaiknya diberikan. Berkaitan dengan bantuan minuman/makanan bayi sebaiknya berkoordinasi dengan Dinas Kesehatan. Alasannya adalah dengan memberikan bantuan susu formula kepada bayi di bawah enam bulan yang selama ini hanya mendapat ASI saja, ini akan menurunkan capaian ASI Eksklusif. Kemudian dengan memberikan bantuan susu tersebut, bayi yang sebelumnya belum pernah mendapat susu formula kemungkinan reaksi yang tidak diharapkan seperti alergi susu sapi, kelainan pada kulit, kembung, muntah dan diare bisa terjadi. Hal ini juga berkaitan dengan proses mempersiapkan susu formula tersebut dimana dibutuhkan air bersih, pencucian botol dot yang juga butuh air bersih. Selain itu, bila suatu saat bantuan tersebut dihentikan, keluarga yang berasal dari ekonomi lemah harus berpikir keras untuk menyediakan dana tambahan dalam hal membeli susu formula buat bayinya. Yang harus diingat adalah ada empat hirarki pemberian makanan dan minuman bayi yaitu: 1). Menyusui langsung, 2). ASI perah, 3). Donor ASI, dan 4). Susu formula. Jadi ASI tetap yang utama.
            Situasi saat bencana seperti gempa misalnya biasanya membingungkan dan semrawut. Sangatlah penting dilakukan penilaian untuk menentukan  langkah awal. Untuk melindungi dan mendukung menyusui langkah awal yang perlu dilakukan adalah menentukan bayi yang menyusu atau yang seharusnya menyusu dan selanjutnya mencatat bayi-bayi yang terpisah dari ibunya sementara waktu atau selamanya karena si Ibu menjadi salah satu korban yang meninggal. Selanjutnya akan didapatkan 3 kelompok: pertama, bayi yang hanya memerlukan dukungan untuk menyusu; kedua bayi yang memerlukan pertolongan lebih intensif, seperti relaktasi (menyusui kembali setelah sempat berhenti), dan ketiga, bayi yang memerlukan makanan pengganti ASI dan ditata laksana dan dipantau dengan seksama.
Ruang Laktasi di Pengungsian
Dalam Undang Undang N0. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan Pasal 3  disebutkan bahwa penyediaan fasilitas khusus menyusui diadakan di tempat kerja dan tempat sarana umum.  Selanjutnya Peraturan Pemerintah no. 33 tahun 2012 tentang Pemberian ASI Eksklusif, pada pasal 30, 31, 32 disebutkan tentang tempat kerja dan sarana umum harus mendukung program pemberian ASI dengan menyediakan fasilitas khusus untuk menyusui dan memerah ASI. Tempat sarana umum yang dimaksud adalah fasilitas pelayanan kesehatan, hotel, tempat rekreasi, terminal, stasiun, bandara udara, pelabuhan, tempat perbelanjaan, gedung olahraga dan termasuk juga lokasi pengungsian. Dalam amanah PP tersebut jelas termaktub bahwa di lokasi pengungsianpun tetap harus tersedia ruang menyusui bagi para Ibu sehingga bisa dengan nyaman menyusui bayinya. Kondisi ini yang belum ditemukan di beberapa lokasi pengungsian. Belum ada lokasi pengungsian yang menyediakan ruang menyusui tersebut. Seharusnya ini menjadi perhatian semua pihak terutama pengambil kebijakan yang berkaitan dengan bencana sehingga menjadi tenda pengungsi yang ramah Ibu dan bayi.
Dalam Peraturan Menteri Kesehatan No. 15 tahun 2013 tentang Penyediaan fasilitas khusus menyusui dan/atau memerah ASI pasal 10, 11 bahwa persyaratan berupa: tersedianya ruangan khusus dengan ukuran minimal 3×4 m, ada pintu yang dapat dikunci, mudah dibuka/ditutup; lantai keramik/semen/karpet; memiliki ventilasi dan sirkulasi udara yang cukup; bebas potensi bahaya di tempat kerja termasuk bebas polusi; lingkungan cukup tenang jauh dari kebisingan; penerangan dalam ruangan cukup dan tidak menyilaukan; kelembapan berkisar antara 30-50%, maksimum 60%; dan tersedia wastafel dengan air mengalir untuk cuci tangan dan mencuci peralatan. Peralatan Ruang ASI sekurang-kurangnya terdiri dari peralatan menyimpan ASI dan peralatan pendukung lainnya sesuai standar. Peralatan menyimpan ASI yaitu: lemari pendingin untuk menyimpan ASI; gel pendingin (ice pack); tas untuk membawa ASI perahan (cooler bag); dan sterilizer botol ASI. Peralatan pendukung lainnya meliputi: meja tulis, kursi dengan sandaran untuk ibu memerah ASI, konseling menyusui kit yang terdiri dari model payudara, boneka, cangkir minum ASI, spuit, media KIE tentang ASI yang terdiri dari poster, foto, leaflet, lemari penyimpan alat, dispenser dingin dan panas, alat cuci botol, tempat sampah dan penutup, penyejuk ruangan (AC/Kipas angin), nursing apron/kain pembatas/ pakai krey untuk memerah ASI, waslap untuk kompres payudara, tisu/lap tangan dan bantal untuk menopang saat menyusui.
Yang disebutkan di atas adalah persyaratan ideal untuk suatu ruangan menyusui. Mungkin untuk lokasi pengungsian yang serba terbatas akan terasa berat untuk melengkapi persyaratan tersebut beda halnya dengan di perkantoran atau sarana umum lainnya. Setidaknya ruang menyusui di lokasi pengungsian bisa tersedia walaupun seminimal mungkin fasilitas yang bisa disediakan. Semoga dalam pelaksanaan rekonstruksi berbagai gedung pemerintah atau sarana umum yang roboh karena gempa, nantinya dapat menyediakan ruang menyusui sehingga wanita pekerja sekalipun tetap bisa menyusui eksklusif dan melanjutkan menyusui sampai 2 tahun. Semoga..
*dr. Aslinar, SpA, M. Biomed
Ketua Aceh Peduli ASI
Ketua Lembaga Lingkungan Hidup & Penanggulangan Bencana PW Aisyiyah Aceh & Relawan MDMC Aceh
           

Tidak ada komentar:
Write komentar

Tertarik dengan kegiatan dan layanan informasi yang kami berikan?
Anda dapat memperoleh informasi terbaru melalui email.