ummihirzi@gmail.com

ummihirzi@gmail.com
Isi blog ini adalah makalah yang pernah saya buat dan presentasikan di IKA FK Unand, juga artikel kesehatan yang sudah dimuat di kolom Opini Media Lokal/Regional.

Mengenai Saya

Foto saya
Lahir di Bireuen, Aceh, tanggal 05 September 1977. Alumni FK Universitas Syiah Kuala Aceh. Dan telah memperoleh gelar Spesialis Anak dari Fakultas Kedokteran Universitas Andalas Padang. Aktif sebagai pengurus IDAI Aceh, IDI Aceh Besar, Anggota Komunitas Rhesus Negatif Aceh dan sebagai Konselor Menyusui juga Ketua Aceh Peduli ASI (APA)...

Minggu, 01 Oktober 2017

VAKSIN DENGUE, HARAPAN BARU BAGI ANAK KITA


Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Haemorrhagic Fever (DHF) merupakan penyakit yang ditakuti di kalangan masyarakat karena sering terjadi dan bisa menimbulkan banyak angka kesakitan bahkan kematian. Morbiditas (angka kesakitan) dan mortalitas (angka kematian) DBD yang dilaporkan berbagai negara bervariasi disebabkan oleh beberapa faktor antara lain status umur penduduk, kepadatan vektor (nyamuk penyebab), tingkat penyebaran virus dengue, prevalensi serotipe virusnya dan kondisi meteorologis. Pola distribusi umur memperlihatkan kasus terbanyak DBD mengenai anak dengan golongan umur <15 antara="" begitu="" besar="" bulan="" dan="" dbd="" di="" februari="" garis="" indonesia="" januari.="" jelas="" jumlah="" kasus="" mencapai="" meningkat="" musim="" namun="" pada="" pengaruh="" puncaknya="" sampai="" secara="" september="" span="" tahun="" terhadap="" tidak="">
            Penyakit ini pertama kali ditemukan di Indonesia yaitu pada tahun 1968 di Surabaya kemudian berturut turut dilaporkan di Jakarta, Bandung juga Yogyakarta. Epidemi (wabah) pertama dilaporkan di luar Jawa pada tahun 1972 di Sumatera Barat, disusul Riau, Sulawesi Utara dan Bali. Pada tahun 1994 kasus DBD telah menyebar ke seluruh Indonesia dan menjadi endemis di banyak kota besar serta telah menjangkiti daerah pedesaan.
            Penyebab penyakit DBD adalah virus dengue. Terdapat 4 jenis tipe virus yang telah berhasil diisolasi yaitu virus dengue tipe 1, 2, 3 dan 4. Sebagian besar pasien yang menderita DBD derajat berat bahkan sampai meninggal disebabkan virus dengue tipe 3. Virus ini diperantarai oleh vektor yaitu nyamuk Aedes Aegypti. Seorang peneliti bernama Graham merupakan seorang sarjana pertama yang pada tahun 1903 dapat membuktikan secara positif peran nyamuk tersebut dalam transmisi dengue.  
            Penyakit DBD ini merupakan penyakit yang ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes Aegypti, dapat menyerang semua orang dan menyebabkan kematian terutama pada anak, serta sering menimbulkan kejadian luar biasa atau wabah. Penyakit ini ditularkan oleh orang yang di darahnya mengandung virus dengue. Jika orang yang digigit nyamuk Aedes maka virus dengue akan masuk bersama darah yang diisapnya. Di dalam tubuh nyamuk, virus dengue akan berkembang biak dengan cara membelah diri dan menyebar di seluruh tubuh nyamuk. Sebagian besar virus berada di kelenjar ludah nyamuk. Dalam waktu 1 minggu jumlah virus bisa mencapai ratusan ribu sehingga siap untuk dipindahkan/ditularkan kepada orang lain. Selanjutnya saat nyamuk menggigit orang lain, maka setelah alat tusuk nyamuk menemukan kapiler darah dan sebelum darah orang tersebut diiisap, maka terlebih dahulu dikeluarkan air liur dan virusnya akan masuk ke darah manusia yang digigit. Tidak semua orang yang digigit oleh nyamuk Aedes Aegypti yang membawa virus dengue itu akan terserang penyakit DBD. Orang yang mempunyai kekebalan yang cukup terhadap virus dengue tidak akan terserang penyakit ini meskipun di dalam darahnya terdapat virus itu. Sebaliknya pada orang yang tidak mempunyai kekebalan yang cukup terhadap virus dengue dia akan sakit ringan hingga berat yaitu demam tinggi disertai perdarahan bahkan syok.
            Di Indonesia nyamuk Aedes Aegypti tersebar luas di pelosok tanah air, baik di kota maupun di desa, kecuali di daerah yang ketinggiannya lebih dari 1000 meter di atas permukaan laut. Hanya nyamuk betina yang menggigit dan menghisap darah manusia sedangkan nyamuk jantan hidup dari menghisap sari tumbuhan. Perkembangan nyamuk ini dari telur hingga dewasa memerlukan waktu sekitar 10-12 hari. Tempat istirahat yang disukai adalah benda benda yang tergantung yang ada di dalam rumah yaitu gorden, kelambu, baju/pakaian. Kepadatan nyamuk ini akan meningkat pada waktu musim hujan dimana banyak terdapat genangan air bersih yang dapat menjadi tempat berkembang biaknya nyamuk Aedes Aegypti.
            Gejala klinis penyakit DBD adalah demam tinggi mendadak dan terus menerus selama 2 – 7 hari disertai dengan gejala lain berupa nyeri kepala, mual muntah, nyeri otot, nyeri perut. Pada derajat 2 bisa disertai dengan manifestasi perdarahan di kulit berupa petekhie (bintik darah kecil di bawah kulit dan tidak menghilang dengan penekanan), perdarahan gusi, hidung (epistaksis), muntah darah (hematemesis) dan buang air besar berwarna kehitaman (melena). Pada tahap yang berat (derajat 3) bisa dengan syok yang ditandai nadi lemah dan cepat, tekanan darah menurun, kulit teraba lembab dan dingin terutama di jari tangan juga kaki, pasien menjadi gelisah serta timbul kebiruan di sekitar mulut. Pasien harus ditangani dengan segera dan secara tepat karena bila tidak maka akan masuk dalam tahap syok berat (derajat 4) bahkan kematian.
Pencegahan
Upaya utama pada penyakit DBD ini adalah pencegahan berupa tindakan pemberantasan vektor nyamuk penyebab. Upaya berupa pemberantasan sarang nyamuk  yaitu dengan gerakan 3M: 1). Menguras tempat penampungan air secara teratur sekurang kurangnya satu kali seminggu atau menaburkan bubuk abate ke dalamnya, 2). Menutup rapat tempat penampungan air dan 3). Mengubur/menyingkirkan barang barang bekas yang dapat menampung air hujan seperti kaleng bekas, plastik dll. Selain gerakan 3M, juga dilakukan fogging (pengasapan). Kegiatan fogging ini hanya dapat membunuh sebagian nyamuk dewasa. Selama jentik yang ada di tempat perindukan tidak diberantas setiap hari, maka akan muncul nyamuk nyamuk baru yang menetas dan penularan penyakit akan terulang kembali.
Vaksin Dengue
Penemuan terbaru di bidang vaksin adalah ditemukannya vaksin dengue. Penelitian terhadap vaksin ini sudah mulai dilakukan sejak 60 tahun yang lalu dan mengalami kemajuan yang pesat sejak 10 tahun terakhir ini. Vaksin yang tersedia saat ini adalah vaksin dengue tetravalen yang bisa melindungi dari keempat jenis virus dengue tersebut mulai dari Den 1, 2,  3, dan 4. Karena diketahui bahwa imunisasi dengan satu jenis virus malah meningkatkan progresivitas DBD pada infeksi selanjutnya dengan tipe virus berbeda. Vaksin dengue ini diberikan pada anak usia 9 tahun, tiga kali pemberian dengan interval 6 bulan di antara tiga dosis vaksin tersebut.
Vaksin dengue ini sudah beredar di dunia sejak 9 Desember 2015, pertama sekali beredar di Mexico kemudian menyusul Filipina, El Salvador dan Brazil. Di Indonesia sejak Oktober sudah mulai beredar dan mulai digunakan.  Penemuan vaksin dengue ini dianggap sebagai salah satu pencapaian historis dalam sejarah vaksinologi dan diyakini akan menurunkan angka kejadian demam berdarah.  Sebelum mendapat izin edar, vaksin ini sudah menjalani proses uji klinis yang melibatkan lebih dari 40.000 orang di seluruh dunia, dari berbagai kelompok umur, etnis, latar belakang epidemiologis, kondisi geografis, dan status sosioekonomis.
Dampak infeksi DBD di negara negara endemis cukup terasa, sebanyak 400 juta orang terinfeksi setiap tahunnya. Terdapat 128 negara yang dinyatakan endemis dan Indonesia termasuk di dalamnya. Badan Kesehatan Dunia, WHO menargetkan dengan pemberian vaksin dengue ini di tahun 2020 angka kematian akibat infeksi DBD bisa jauh berkurang. Dari uji klinis yang telah dilakukan diketahui bahwa bila vaksinasi dengue ini diberikan pada 20% populasi di 10 negara endemis yang berpartisipasi, kasus baru DBD dapat dikurangi hingga 50%. Dan Indonesia termasuk salah satu negara yang ikut berpartisipasi dalam uji klinis vaksin tersebut. Kita sangat berharap semoga dengan pemberian vaksin ini yang memang sudah beredar di masyarakat Indonesia maka jumlah penyakit DBD jauh berkurang. Memang saat ini vaksin ini belum disubsidi oleh Pemerintah dan belum menjadi salah satu vaksin yang gratis yang disediakan di Puskesmas atau Rumah Sakit. Saat ini untuk mendapatkan vaksin tersebut bisa dengan mengunjungi dokter spesialis anak dengan harga vaksin yang lumayan mahal. Akan tetapi harga yang diperkirakan mahal tersebut akan jauh terasa murah apabila dibandingkan dengan jumlah biaya yang harus kita keluarkan bila anak anak kita menderita DBD.


Tidak ada komentar:
Write komentar

Tertarik dengan kegiatan dan layanan informasi yang kami berikan?
Anda dapat memperoleh informasi terbaru melalui email.