ummihirzi@gmail.com

ummihirzi@gmail.com
Isi blog ini adalah makalah yang pernah saya buat dan presentasikan di IKA FK Unand, juga artikel kesehatan yang sudah dimuat di kolom Opini Media Lokal/Regional.

Mengenai Saya

Foto saya
Lahir di Bireuen, Aceh, tanggal 05 September 1977. Alumni FK Universitas Syiah Kuala Aceh. Dan telah memperoleh gelar Spesialis Anak dari Fakultas Kedokteran Universitas Andalas Padang. Aktif sebagai pengurus IDAI Aceh, IDI Aceh Besar, Anggota Komunitas Rhesus Negatif Aceh dan sebagai Konselor Menyusui juga Ketua Aceh Peduli ASI (APA)...

Sabtu, 26 Januari 2019

Stuntingkah Anak Anak Kita?

Setiap tanggal 25 Januari diperingati sebagai Hari Gizi Nasional. Tahun 2019 ini menjadi peringatan yang ke-59 dengan tema “Membangun gizi menuju bangsa sehat berprestasi”. Gizi masih menjadi masalah bagi anak di Indonesia termasuk juga di Aceh. Saat ini sekitar 8 juta anak mengalami kondisi pertumbuhan yang tidak  maksimal. Data masalah gizi balita yang secara umum menunjukkan terdapat peningkatan angka stunting. Menurut Organisasi Kesehatan Dunia WHO, stunting merupakan masalah kesehatan masyarakat bila angkanya melebihi 20%. Berdasarkan data dari Kemenkes RI yaitu Pemantauan Status Gizi, angka stunting di tahun 2015 yaitu 29 %, tahun 2016 yaitu 27,5% dan tahun 2017 sebanyak 29,6%.

Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018 yang dilakukan oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (Litbangkes) bahwa angka stunting pada anak balita yaitu 30,8% dan pada baduta 29,9%, menunjukkan penurunan dibandingkan Riskesdas 2013 dengan angka stunting 37,2%. Adapun proporsi status gizi sangat pendek dan pendek menurut provinsi paling tinggi yaitu di Nusa Tenggara Timur yang mencapai 42,6% dan terendah di DKI Jakarta sebesar 17,7%. Di Aceh, angka stunting balita yaitu 37,3% dan pada baduta 37,9%. Akan tetapi meskipun tren stunting mengalami penurunan, hal ini masih berada di bawah rekomendasi WHO. Persentase stunting di Indonesia secara keseluruhan masih tergolong tinggi dan harus mendapat perhatian khusus..
Stunting merupakan suatu kondisi dimana tinggi badan seseorang ternyata lebih pendek dibandingkan tinggi badan orang lain pada umumnya (yang seusia). Penyebab stunting adalah kurangnya asupan gizi yang diterima oleh janin/bayi. Stunting adalah masalah kurang gizi kronis yang disebabkan oleh asupan gizi yang kurang dalam waktu cukup lama akibat pemberian makanan yang tidak sesuai dengan kebutuhan gizi. Stunting terjadi mulai dari dalam kandungan dan nantinya akan tampak saat usia anak dua tahun. Stunting saat ini menjadi masalah serius di Indonesia.
Nah, bagaimana seharusnya fase pertumbuhan dan akselerasi yang harus dilewati oleh seorang anak? Jadi masa pasca natal (setelah kelahiran) yang dimulai dari masa bayi (fase deselerasi), bayi itu mengalami pertumbuhan dimana kecepatannya yaitu 20-25 cm/tahun. Dimana didapatkan bahwa Tinggi Badan (TB) usia satu tahun = 1,5 x panjang badan (PB) lahir. Kecepatan pertumbuhan di tahun kedua adalah 10-13 cm/tahun. Kemudian hingga usia tiga tahun disebut dengan lanjutan fase deselerasi, TB usia empat tahun sama dengan 2x PB saat lahir, sedangkan TB menjelang pubertas adalah 80-85% TB masa dewasa. Pada saat pubertas terjadi akselerasi pertumbuhan (growth spurt), terjadi akeselerasi pertumbuhan maksimal. Pada laki laki 11-12 cm/tahun dan perempuan 8-9 cm/tahun.
Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1995/MENKES/SK/XII/2010 tentang Standar Antropometri Penilaian Status Gizi Anak, pengertian pendek dan sangat pendek adalah status gizi yang didasarkan pada indeks Panjang Badan menurut Umur (PB/U) atau Tinggi Badan menurut Umur (TB/U) yang merupakan padanan istilah stunted (pendek) dan severely stunted (sangat pendek). Stunting dapat kita ketahui saat seorang balita sudah ditimbang berat badannya dan diukur panjang atau tinggi badannya, lalu dibandingkan dengan standar, dan hasilnya berada di bawah normal. Jadi secara fisik balita akan lebih pendek dibandingkan balita seumurnya. Ukuran PB/TB tersebut kita tentukan dengan menggunakan kurva Z score WHO. Dikatakan pendek (stunted) bila PB/TB berada di bawah <-2 bawaah="" berada="" bila="" dan="" di="" dikatakan="" pendek="" sangat="" score="" severely="" span="" stunted="" z="">
Stunting berarti pendek tapi tidak semua anak pendek adalah stunting. Stunting adalah kondisi gagal tumbuh akibat kekurangan gizi di seribu hari pertama kehidupan anak. Kondisi ini berefek jangka panjang hingga anak dewasa dan lanjut usia. Kekurangan gizi sejak dari dalam kandungan bisa menimbulkan gangguan pada pertumbuhan otak dan organ lain, yang mengakibatkan anak lebih berisiko terkena berbagai penyakit seperti diabetes, hipertensi, dan gangguan jantung. Ada dua syarat untuk mengatakan seorang anak mengalami stunting, yakni malnutrisi dan mengalami infeksi kronis. Sedangkan anak dengan tubuh yang pendek (short stature) belum tentu mengalami gagal tumbuh. Anak bertubuh pendek mengalami pertumbuhan fisik dan mental normal layaknya anak lain. Namun, tinggi badannya kurang dari rata-rata anak sesuainya sehingga terlihat mencolok. Anak dengan tubuh pendek tidak mengalami peningkatan risiko mengalami penurunan fungsi otak ataupun berbagai penyakit degeneratif. Seiring waktu, anak yang bertubuh pendek akan bisa menyusul tinggi teman-temannya.
Stunting mempengaruhi tingkat kecerdasan, kerentanan terhadap penyakit, menurunkan produktivitas dan kemudian menghambat pertumbuhan ekonomi, meningkatkan kemiskinan dan ketimpangan. Laporan Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K), yang diterbitkan pada Agusutus 2018, didapatkan data bahwa tingkat kecerdasan anak Indonesia berada di urutan 64 terendah dari 65 negara. Sungguh miris!!
Maka oleh karenanya penanganan masalah stunting harus menjadi prioritas Pemerintah. Di tahun 2019, ada 160 kabupaten di Indonesia menjadi prioritas, di antaranya ada tiga kabupaten di Aceh masing masing  yaitu Aceh Tengah, Aceh Timur dan Pidie.
            Terdapat dua intervensi penanganan stunting yaitu intervensi Gizi Spesifik (berkontribusi 30%, ditujukan kepada anak dalam 1000 Hari Pertama Kehidupan, umumnya dilakukan oleh sektor kesehatan) dan intervensi gizi sensitif (berkontribusi 70%, ditujukan melalui berbagai pembangunan di luar kesehatan dengan sasaran masyarakat umum). Intervensi gizi spesifik dengan sasaran ibu hamil, bayi baru lahir sampai usia 6 bulan dan bayi usia 6 – 24 bulan. Ibu hamil mendapat tablet tambah darah minimal 90 tablet selama kehamilan, pemberian makanan tambahan ibu hamil, pemenuhan gizi, persalinan dengan dokter atau bidan yang ahli, IMD (Inisiasi Menyusu Dini), ASI Eksklusif pada bayi hingga usia 6 bulan, pemberian makanan pendamping ASI (MP ASI) untuk bayi mulai usia 6 bulan dan melanjutkan ASI sampai usia 2 tahun. Berikan imunisasi dasar lengkap dan Vitamin A, suplementasi Zink, Zat Besi, penatalaksanaan malnutrisi akut dan pemantauan tumbuh kembang. Melakukan kunjungan secara teratur ke dokter atau pusat pelayanan kesehatan lainnya untuk  memantau pertumbuhan dan perkembangan anak, yaitu setiap bulan ketika anak berusia 0 sampai 12 bulan, setiap 3 bulan ketika anak berusia 1 sampai 3 tahun, setiap 6 bulan ketika anak berusia 3 sampai 6 tahun, setiap tahun ketika anak berusia 6 sampai 18 tahun.
Sedangkan intervensi gizi sensitif yaitu berupa penyediaan akses air bersih, akses layanan kesehatan, program pendidikan gizi masyarakat, edukasi kesehatan reproduksi dan gizi pada remaja, peningkatan ketahanan pangan dan gizi, pemberian jaminan sosial dan kesehatan bagi semua masyarakat, manajemen gizi saat bencana serta upaya perlindungan anak dan pemberdayaan perempuan.
Banyak dijumpai di masyarakat, orang tua kurang paham tentang pemberian MP ASI yang kemudian sering membuat si anak tidak tercukupi kebutuhan zat gizinya. Menurut WHO Global Strategy for Feeding Infant and Young Children merekomendasikan agar pemberian MP ASI memenuhi 4 syarat, yaitu: 1). Tepat waktu (timely), artinya MP ASI harus diberikan saat ASI eksklusif sudah tidak dapat memenuhi kebutuhan nutrisi bayi, 2). Adekuat, artinya MP ASI memiliki kandungan energi, protein, dan mikronutrien yang dapat memenuhi kebutuhan makronutrien dan mikronutrien bayi sesuai usianya 3). Aman, artinya MP ASI disiapkan dan disimpan dengan cara cara yang higienis, diberikan menggunakan tangan dan peralatan makan yang bersih, 4). Diberikan dengan cara yang benar (properly fed), artinya MP ASI diberikan dengan memperhatikan sinyal rasa lapar dan kenyang seorang anak. Frekuensi makan dan metode pemberian makan harus dapat mendorong anak untuk mengonsumsi makanan secara aktif dalam jumlah yang cukup menggunakan tangan, sendok, atau makan sendiri (disesuaikan dengan usia dan tahap perkembangan seorang anak).
Orang tua merupakan pihak yang sangat berperan penting dalam status nutrisi si anak sehingga mereka harus tahu tentang berbagai tentang stunting ini. Setiap orang tua harus paham tentang pemberian makanan dan minuman untuk anaknya bahkan sejak si bayi lahir. Ilmu seputar ASI, MP ASI, malah harus dimiliki sejak si Ibu mengetahui dirinya mengandung. Dengan demikian si Ibu dan Ayah sudah punya bekal yang cukup dalam menghadapi kelahiran dan tumbuh kembang anaknya nantinya yang tentu saja sangat berkaitan dengan pengetahuan tentang gizi anak anaknya. Semoga dengan demikian kita harapkan angka stunting di Aceh semakin menurun.

Tidak ada komentar:
Write komentar

Tertarik dengan kegiatan dan layanan informasi yang kami berikan?
Anda dapat memperoleh informasi terbaru melalui email.