ummihirzi@gmail.com

ummihirzi@gmail.com
Isi blog ini adalah makalah yang pernah saya buat dan presentasikan di IKA FK Unand, juga artikel kesehatan yang sudah dimuat di kolom Opini Media Lokal/Regional.

Mengenai Saya

Foto saya
Lahir di Bireuen, Aceh, tanggal 05 September 1977. Alumni FK Universitas Syiah Kuala Aceh. Dan telah memperoleh gelar Spesialis Anak dari Fakultas Kedokteran Universitas Andalas Padang. Aktif sebagai pengurus IDAI Aceh, IDI Aceh Besar, Anggota Komunitas Rhesus Negatif Aceh dan sebagai Konselor Menyusui juga Ketua Aceh Peduli ASI (APA)...

Rabu, 20 November 2019

Wasting, Stunting dan Gizi Buruk

Belakangan ini istilah stunting sudah santer sekali tersebar, baik di media sosial, surat kabar, televisi, radio, serta beredar luas di masyarakat. Stunting merupakan suatu kondisi dimana tinggi badan seseorang lebih pendek dibandingkan tinggi badan orang lain pada umumnya (yang seusia). Penyebab stunting adalah kurangnya asupan gizi yang diterima oleh janin/bayi. Stunting saat ini menjadi masalah serius di Indonesia.
Stunting berarti pendek tapi tidak semua anak pendek adalah stunting. Stunting adalah kondisi gagal tumbuh akibat kekurangan gizi di 1000 HPK (seribu hari pertama kehidupan) anak. Kondisi ini berefek jangka panjang hingga anak dewasa dan lanjut usia. Kekurangan gizi sejak dari dalam kandungan bisa menimbulkan gangguan pada pertumbuhan otak dan organ lain, yang mengakibatkan anak lebih berisiko terkena berbagai penyakit seperti diabetes, hipertensi, dan gangguan jantung. Ada dua syarat untuk mengatakan seorang anak mengalami stunting, yakni malnutrisi dan mengalami infeksi kronis.

Nah apa yang dimaksud dengan wasting? Wasting disebut juga dengan kurus atau gizi kurang. Yaitu kondisi gizi yang tidak sesuai dengan umur anak. Bila dimasukkan dalam grafik pertumbuhan yaitu grafik BB/PB (berat badan menurut panjang badan) atau BB/TB (berat badan menurut tinggi badan) Z-Score, dikatakan gizi kurang bila nilainya berada di antara -3 SD sampai kurang dari -2 SD. Dan dikatakan severe wasting atau sangat kurus atau gizi buruk bila nilainya berada di bawah -3 SD. Untuk gizi buruk, saat ini ada penilaian tambahan untuk menegakkan diagnosis. Yaitu perlu adanya ukuran LILA (lingkar lengan atas),
Wasting menjadi penyebab terjadinya stunting. Wasting yang dibiarkan tidak ditatalaksana dengan baik akan jatuh ke dalam kondisi gizi buruk atau malnutrisi berat. Apa yang seharusnya dilakukan dan bagaimana mencegah supaya semua bayi dan balita tidak menjadi wasting, stunting dan gizi buruk?
            Berdasarkan hasil Riskesdas 2018, proporsi status gizi kurang (wasting atau kurus) saat ini adalah 6,7%, menurun dibandingkan tahun 2013 sebanyak 6,8% dan tahun 2007 sebanyak 7,4%. Sedangkan proporsi status gizi buruk  juga mengalami penurunan dari tahun 2007 sebanyak 6,2% menjadi 5,3% pada tahun 2013 dan di tahun 2018 menjadi 3,5%.
Masih berdasarkan data Riskedas 2018, angka stunting pada anak balita yaitu 30,8% dan pada baduta 29,9%, menunjukkan penurunan dibandingkan Riskesdas 2013 dengan angka stunting 37,2%. Akan tetapi meskipun tren stunting mengalami penurunan, hal ini masih berada di bawah rekomendasi WHO yaitu kurang dari 20%. Persentase stunting di Indonesia secara keseluruhan masih tergolong tinggi dan harus mendapat perhatian khusus..
            Bagaimana dengan Aceh? Proporsi status gizi buruk untuk Aceh berada di angka 5% (di atas angka nasional yang 3,5%). Angka stunting balita yaitu 37,3% dan pada baduta 37,9%, juga lebih tinggi daripada angka nasional. Menurut kriteria WHO, provinsi di Indonesia termasuk dalam kriteria serius (prevalensi 10-14%), buruk (5-9%) dan dapat diterima (<5 14="" adalah="" angka="" barat="" buruk="" dan="" diantaranya="" diikuti="" gizi="" gorontalo="" ini="" kalimantan="" maluku="" memiliki="" nusa="" oleh="" provinsi="" saat="" sangat="" selatan="" span="" sulawesi="" tengah="" tenggara="" timur="" tinggi="" yaitu="" yang="">
Apa yang harus dilakukan?
Dampak yang terjadi bila seorang anak mengalami gizi buruk adalah meningkatnya angka morbiditas (kesakitan), mortalitas (kematian) dan disabilitas. Hal tersebut merupakan dampak jangka pendek. Sedangkan dampak jangka panjang yaitu berupa tidak tercapainya potensi saat dewasa, perawakan pendek, berpengaruh terhadap sistem kekebalan tubuh, menurunkan kecerdasan, meningkatkan risiko berbagai penyakit lain pada saat dewasa (hipertensi, penyakit jantung, keganasan dan penyakit degeneratif lain).
Saat ini pemerintah gencar melakukan berbagai upaya untuk pencegahan dan tata laksana gizi buruk. Upaya pencegahan salah satunya adalah bertujuan mencegah jangan sampai balita dengan gizi kurang jatuh ke dalam kondisi gizi buruk. Upaya yang dilakukan disebut sebagai upaya pengelolaan gizi buruk terintegrasi yang terdiri atas: 1). Menggerakkan peran serta aktif masyarakat, dengan meningkatkan pengetahuan kepada tokoh masyarakat, kader dan juga keluarga. Sehingga mereka bisa mengenal permasalahan gizi di lingkungannya dan segera membawa ke layanan kesehatan. 2). Layanan rawat jalan balita gizi buruk tanpa komplikasi. Rekomendasi dahulu, bahwa setiap balita gizi buruk dilakukan rawat inap. Saat ini hal tersebut tidak dilakukan lagi. Bila gizi buruk tanpa komplikasi maka bisa dilakukan rawat jalan saja. 3). Layanan rawat inap untuk semua bayi di bawah 6 bulan dengan gizi buruk dengan atau tanpa komplikasi, dan semua balita gizi buruk dengan komplikasi. Komplikasi yang dimaksud yaitu berupa anoreksia (tidak mau makan sama sekali), pneumonia berat (radang paru), anemia berat (sangat pucat kekurangan sel darah merah), demam tinggi, dan dehidrasi berat (kondisi kekurangan cairan bisa karena diare, muntah atau sebab lain). 4). Tata laksana gizi kurang. Seorang anak dengan gizi kurang, harus ditatalaksana dengan baik, karena bila dibiarkan bisa jatuh ke dalam kondisi gizi buruk.
Nah, apa yang harus diketahui dan dilakukan oleh setiap orang tua yang mempunyai balita? Kapan seharusnya mempersiapkan diri untuk supaya bisa mencegah kondisi wasting, stunting dan gizi buruk?
Para orang tua harus membekali diri dengan pengetahuan tentang 1000 HPK. Yang berarti yaitu persiapan mulai dari sejak si ibu dinyatakan hamil sampai kemudian bayi lahir dan sampai berumur 2 tahun. Jadi 9 bulan dalam kandungan (270 hari) dan usia 2 tahun (730 hari), dengan total 1000 hari. Sejak hamil si ibu melakukan pemeriksaan atau ANC (antenatal care) yang rutin baik ke Puskesmas, Rumah Sakit, bidan maupun dokter spesialis kandungan. Asupan nutrisi gizi seimbang dan lengkap untuk para ibu hamil, konsumsi rutin suplemen yang diperlukan selama hamil baik berupa asam folat maupun zat besi, kontrol teratur untuk mengetahui adanya faktor risiko kelahiran yang membahayakan, merupakan hal yang harus dilakukan semua ibu hamil.
Kemudian setelah bayi lahir, pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan dilanjutkan dengan makanan pendamping ASI (MP ASI) yang mengandung gizi lengkap. Gizi lengkap yang dimaksudkan adalah mengandung semua zat gizi baik berupa karbohidrat, protein (utamanya protein hewani), lemak. Juga adanya vitamin, mineral dan mikronutrien lain baik berupa zat besi maupun zinc.
Setiap orang tua diharapkan selalu membawa anaknya untuk diperiksakan secara rutin setiap bulan ke pusat layanan kesehatan. Selain untuk dilakukan imunisasi, juga bisa mengetahui ukuran pertambahan berat badan, panjang badan, lingkar kepala dan bagaimana perkembangan anaknya, apakah sudah sesuai dengan umurnya. Dengan demikian bila diketahui adanya hambatan dalam pertumbuhan dan perkembangan, akan dapat segera diberikan intervensi. Yuk, para Ayah dan Bunda sekalian rutin membawa anaknya kontrol ke puskesmas atau posyandu. Selain gratis, Ayah dan Bunda juga mendapatkan banyak manfaat. Sehingga nantinya kondisi wasting, stunting dan gizi buruk bisa dicegah.

Tidak ada komentar:
Write komentar

Tertarik dengan kegiatan dan layanan informasi yang kami berikan?
Anda dapat memperoleh informasi terbaru melalui email.