ummihirzi@gmail.com

ummihirzi@gmail.com
Isi blog ini adalah makalah yang pernah saya buat dan presentasikan di IKA FK Unand, juga artikel kesehatan yang sudah dimuat di kolom Opini Media Lokal/Regional.

Mengenai Saya

Foto saya
Lahir di Bireuen, Aceh, tanggal 05 September 1977. Alumni FK Universitas Syiah Kuala Aceh. Dan telah memperoleh gelar Spesialis Anak dari Fakultas Kedokteran Universitas Andalas Padang. Aktif sebagai pengurus IDAI Aceh, IDI Aceh Besar, Anggota Komunitas Rhesus Negatif Aceh dan sebagai Konselor Menyusui juga Ketua Aceh Peduli ASI (APA)...

Minggu, 01 Desember 2019

Kapan Antibiotika Dibutuhkan?

Banyak dijumpai di masyarakat, bahwa penggunaan antibiotika sudah sangat marak terjadi. Masyarakat dengan mudah mendapatkannya, baik dengan langsung membeli sendiri ke apotek atau depot obat, menyimpan antibiotika cadangan di rumah dan terkadang juga sampai “memaksa” para dokter memberikan antibiotika. Padahal antibiotika tersebut hanya boleh diberikan atas indikasi saja dan bisa didapatkan kalau ada resep dari dokter. Mengapa hal demikian seperti “dibiarkan” terjadi? Padahal penggunaan antibiotika secara luas pada manusia yang tidak sesuai dengan indikasi akan mengakibatkan resistensi antibiotika secara signifikan. Bahkan bisa terjadi multi drug resistance (resistensi terhadap banyak jenis obat).
Resistensi obat menyebabkan menurunnya kemampuan antibiotika tersebut dalam mengobati infeksi dan penyakit pada manusia. Hal ini mengakibatkan pengobatan yang diberikan menjadi tidak efektif, meningkatkan efek samping penggunaan obat serta meningkatkan pembiayaan dalam pengobatan juga meningkatnya angka kesakitan (morbiditas) maupun angka kematian (mortalitas) pasien.
Resistensi antibiotika artinya adalah kondisi pemberian antibiotika dimana sudah terjadi kekebalan bakteri yang berbahaya, bahwa antibiotika tersebut tidak mampu untuk membunuh kuman berbahaya. Selain menyebabkan resistensi, penggunaan antibitika yang tidak tepat juga bisa menimbulkan efek samping yang berbahaya dan juga reaksi alergi.
Asal mula penggunaan antibiotika adalah berdasarkan Postulat Koch: membuktikan sakit klinis disebabkan oleh berbiaknya kuman dalam tubuh. Kalau kuman di manusia dibunuh dia akan sembuh dari sakitnya, jadi manusia sakit harus diberi antibiotika. Ternyata tidak semua sakit disebabkan oleh kuman , sehingga  antibiotika seharusnya hanya untuk mengobati penyakit infeksi yang disebabkan oleh kuman saja, membunuh kuman pathogen penyebab sakit, menekan jumlah kuman, eliminasi dan eradikasi kuman, dosis yang tepat dan cukup lama.
Pengunaan yang tidak tepat yaitu tidak ada indikasi (bukan infeksi bakteri), terlalu banyak/tinggi dan terlalu sering, terlalu lama. Hal demikian menyebabkan tidak bermanfaat, tidak efisien, menyebabkan perubahan ekosistem internal, serta tentu saja menimbulkan resistensi.
Bagaimana supaya mencegah hal demikian? Perlu kerjasama tentunya. Semua pihak harus mengetahui tentang bagaimana penggunaan antibiotika yang seharusnya. Mulai dari seorang dokter baik dokter umum maupun dokter spesialis harus benar benar memberikan resep antibiotika yang sesuai dengan indikasi dan hanya memberikan resep tersebut bila ada indikasi. Regulasi jelas harus dibuat. Bahwa antibiotika tidak boleh diberikan bila tidak ada resep dari dokter. Apotek harus dengan tegas menolak pembelian obat antibiotika bila si pasien tidak membawa resep dari dokter. Apabila hal tersebut dilanggar oleh apotek, maka harus ada sanksi yang jelas diberikan oleh yang berwenang akan hal ini.
Dengan demikian maka kita bisa mengurangi beban biaya pengobatan yang tidak diperlukan, mecegah pengobatan yang sia sia, dan mengurangi bahkan menghilangkan kemungkinan terjadinya resistensi antibiotika di masyarakat.
Salah satu cara untuk mengendalikan kejadian resistensi bakteri adalah dengan penggunaan antibiotik secara rasional. Menurut WHO, kriteria pemakaian obat yang rasional, antara lain sesuai dengan indikasi penyakit, pengobatan didasarkan atas keluhan individual dan hasil pemeriksaan fisik yang akurat, diberikan dengan dosis yang tepat melalui perhitungan usia, berat badan dan kronologis penyakit, cara pemberian dengan interval waktu pemberian yang tepat, jarak minum obat sesuai dengan aturan pemakaian yang telah ditentukan, lama pemberian yang tepat, pada kasus tertentu memerlukan pemberian obat dalam jangka waktu tertentu. Obat yang diberikan harus efektif dengan mutu terjamin,  hindari pemberian obat yang kadaluarsa dan tidak sesuai dengan jenis keluhan penyakit. Tersedia setiap saat dengan harga yang terjangkau, jenis obat mudah didapatkan dengan harganya relatif murah dan meminimalkan efek samping dan alergi obat.
 Saat ini juga sudah dikeluarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor 8 tahun 2016 tentang program pengendalian resistensi antimikroba di rumah sakit, digunakan sebagai acuan bagi rumah sakit dalam upaya pengendalian resistensi antimikroba agar Program Pengendalian Resistensi Antimikroba di Rumah Sakit berlangsung secara baku, terukur, dan terpadu. Dengan adanya upaya ini, semoga angka resistensi antibiotika atau mikroba bisa segera dihilangkan.

Tidak ada komentar:
Write komentar

Tertarik dengan kegiatan dan layanan informasi yang kami berikan?
Anda dapat memperoleh informasi terbaru melalui email.