ummihirzi@gmail.com

ummihirzi@gmail.com
Isi blog ini adalah makalah yang pernah saya buat dan presentasikan di IKA FK Unand, juga artikel kesehatan yang sudah dimuat di kolom Opini Media Lokal/Regional.

Mengenai Saya

Foto saya
Lahir di Bireuen, Aceh, tanggal 05 September 1977. Alumni FK Universitas Syiah Kuala Aceh. Dan telah memperoleh gelar Spesialis Anak dari Fakultas Kedokteran Universitas Andalas Padang. Aktif sebagai pengurus IDAI Aceh, IDI Aceh Besar, Anggota Komunitas Rhesus Negatif Aceh dan sebagai Konselor Menyusui juga Ketua Aceh Peduli ASI (APA)...

Jumat, 23 Maret 2018

Tuberkulosis Pada Anak (Fenomena Gunung Es)


Tuberkulosis (TB) merupakan masalah kesehatan sejak lama. Jumlah kasus baru terus meningkat di seluruh dunia, sebagian besar ditemukan di negara berkembang. Tuberkulosis masih merupakan penyakit sebagai penyebab tingginya angka mortalitas (kematian) dan morbiditas (kesakitan) serta tingginya biaya kesehatan. Tuberkulosis merupakan penyakit yang menjadi perhatian global. Setelah berbagai upaya pengendalian yang dilakukan, angka kejadian dan kematian akibat TB telah menurun namun diperkirakan masih menyerang 9,6 juta orang dan menyebabkan 1,2 juta kematian pada tahun 2014. India, Indonesia dan China merupakan negara dengan penderita TB terbanyak yaitu dengan angka berturut turut 23%, 10% dan 10% dari seluruh penderita di dunia (data WHO, Global Tuberculosis Report 2015).

Setiap tahunnya terdapat 9 juta kasus baru TB dan 2 juta di antaranya meninggal dunia. Dari 9 juta kasus baru tersebut, 1 juta di antaranya adalah penderita anak di bawah usia 15 tahun. Sekitar sepertiga penduduk dunia terinfeksi dengan TB. TB membunuh 5000 orang setiap harinya yang berarti 2 – 3 juta orang per tahun. Berdasarkan data dari Tuberkulosis Global 2015 yang dirilis WHO bahwa insidensi di Indonesia yatu 1 juta kasus per tahun. Indonesia menjadi penyumbang kasus terbanyak ketiga di dunia. Persentase jumlah kasus di Indonesia menjadi 10 persen terhadap seluruh kasus di dunia. 200 anak di dunia meninggal setiap hari akibat TB, 70.000 anak meninggal setiap tahun akibat TB. Beban kasus TB anak di dunia tidak diketahui karena kurangnya alat diagnostik yang “child-friendly” dan tidak adekuatnya sistem pencatatan dan pelaporan kasus TB anak.
            Angka prevalensi TB pada tahun 2014 menjadi sebesar 647/100.000 penduduk meningkat dari 272/100.000 penduduk pada tahun sebelumnya. Angka insidensi tahun 2014 sebesar 399/100.000 penduduk dari sebelumnya sebesar 183/100.000 penduduk pada tahun 2013. Demikian juga angka mortalitas tahun 2014 sebesar 41/100.000 penduduk meningkat dibandingkan tahun 2013 sebesar 25/100.000 penduduk.
            Tahun 2015 jumlah kasus TB yaitu sebesar 330.910 kasus meningkat bila dibandingkan tahun 2014 yaitu 324.539 kasus. Jumlah kasus terbanyak ditemukan di Provinsi Jawa Barat, Jawa Timur dan Jawa Tengah. Proporsi jumlah pasien untuk kategori usia 0-14 tahun yaitu sebesar 7,1% tahun 2014 dan 8,59 % tahun 2015. (Ditjen P2P Kemenkes RI 2016).            Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Provinsi Aceh, jumlah penderita TB tahun 2015 yaitu 5936 dengan 75 diantaranya kasus anak. Pada tahun 2016, ditemukan 5723 kasus dan di antaranya terdapat 88 kasus TB Anak. Pada anak, mempunyai permasalahan khusus yang berbeda dengan dewasa.
Penyakit tuberkulosis disebabkan oleh kuman Mycobacterium tuberkulosis yang ditemukan oleh Robert Koch. Robert Koch berhasil mengidentifikasi kuman tersebut pada abad ke-19 yaitu pada tanggal 24 Maret 1882 yang kemudian diperingati sebagai Hari Tuberkulosis Dunia. Peringatan Hari Tuberkulosis sedunia tahun 2017 ini mengambil tema “Gerakan Masyarakat Menuju Indonesia Bebas TB” melalui aksi “Temukan Tuberkulosis Obati Sampai Tuntas (TOSS) di Keluarga!”.
Berbagai faktor risiko terjadinya infeksi TB pada seorang anak yaitu berupa adanya kontak atau terpajan dengan orang tua/orang dewasa lain yang menderita TB, daerah endemis, kemiskinan, lingkungan yang kumuh dengan hygiene dan sanitasi yang buruk. TB merupakan penyakit menular.  Penularan penyakit ini yaitu melalui droplet (percikan) dahak saat batuk, bersin. Pasien TB anak jarang menularkan kuman kepada anak yang lain atau orang dewasa di sekitarnya karena kuman TB sangat jarang ditemukan dalam sekret endobronkhial. Jumlah kuman TB pada anak sangat sedikit, tapi karena imunitas anak yang lemah maka kuman yang sedikit saja sudah menyebabkan sakit. Produksi dahak pada anak yang TB juga sangat sedikit. TB dengan BTA negatif juga masih memiliki kemungkinan menularkan penyakit TB meskipun dengan tingkat penularan yang kecil.
            Ukuran kuman TB sangat kecil sehingga mudah sekali terhirup dan masuk ke paru. Pada sebagian kasus bila kita menghirup kuman TB maka kuman tersebut akan dihancurkan seluruhnya oleh sistem imunitas tubuh kita. Akan tetapi pada sebagian kasus lain tidak seluruhnya dihancurkan. Maka kuman tersebut akan terus berkembang biak dan merusak sel yang diserangnya. Kemudian kuman akan dibawa melalui kelenjar limfe  sehingga menyebabkan pembengkakan (teraba pembesaran kelenjar di leher, sela paha seperti benjolan kecil). Masa inkubasi (saat mulai masuk kuman sampai timbul gejala klinis yaitu berkisar 4-8 minggu.
            Gejala klinis anak degan TB yaitu adanya keluhan demam berulang lebih dari 2 minggu tanpa sebab yang jelas. Keringat malam bukan merupakan gejala TB pada anak. gejala lain berupa nafsu makan berkurang, batuk lama lebih dari 3 minggu, berat badan anak tidak bertambah malah cenderung turun walaupun dengan asupan gizi yang cukup dan anak tampak lesu, kurang aktif bermain. Faktor yang terpenting kita mencurigai seorang anak menderita TB adalah adanya kontak erat dengan penderita TB dewasa. Bila menemukan gejala seperti ini akan dilakukan uji tuberkulin (mantoux test) serta beberapa pemeriksaan lain.
            Anak yang sudah didiagnosis dengan TB diberikan pengobatan selama 6 bulan untuk TB paru dan pengobatan selama 9-12 bulan untuk TB berat (milier, meningitis, spondilitis). Pada bayi yang lahir dari ibu penderita TB maka di bayi harus dievaluasi gejala klinis yang timbul. Bila tanpa gejala maka kepada bayi akan diberikan pengobatan selama 6 bulan dengan 1 jenis obat TB yaitu Isoniazid (INH). Bila ditemukan bergejala dan dikategorikan sugestif TB Kongenital (bawaan sejak dari kandungan) maka diberikan obat TB. Bila terdapat gejala lain maka dilakukan pemeriksaan penunjang berupa uji tuberkulin (mantoux test), rontgen thorak (dada), pemeriksaan laboratorium berupa mikrobiologis cairan bilas lambung.  Bila mendukung TB maka diberikan terapi TB selama 6 bulan. Pada bayi yang mendapat INH saja selama 6 bulan, harus dilakukan evaluasi klinisnya setiap bulan. Bila tes tuberkulin positif maka imunisasi BCG tidak perlu diberikan. Bila uji tuberkulin negatif, dilakukan imunisasi BCG dan dievaluasi gejala sampai usia 2 tahun.
            Apabila kita menemukan seorang anak menderita TB maka harus dicari sumber penularnya yaitu orang dewasa yang menderita TB aktif dan menularkan kepada si anak tersebut. Demikian juga bila ada penderita TB dewasa maka harus mencari tahu apakah di di rumahnya atau lingkungan sekitarnya ada anak kecil yang ikut terinfeksi karena tertular darinya. Pencarian anak tersebut berupa pemeriksaan fisik, dan dilakukan uji tuberkulin.
            Masalah TB tidak terlepas dari masalah sosial ekonomi dimana pengobatan TB memerlukan biaya yang besar karena dibutuhkan terapi berkesinambungan selama 6 atau 9 bulan. Selain terapi obat, maka penanganan gizi anak juga sangat perlu. Anak membutuhkan asupan gizi yang adekuat berupa gizi seimbang. Gizi seimbang tidak harus mahal tapi makanan tersebut bisa didapatkan di lingkungan sekitar kita. Tanpa asupan gizi yang memadai maka pengobatan TB juga tidak akan memuaskan.
            Semakin meningkatnya kasus TB pada anak belakangan ini sangat berkaitan dengan semakin meningkatnya kasus TB pada orang dewasa. Pelacakan penderita TB dewasa dan juga anak menjadi keharusan bagi semua petugas kesehatan juga kader kader di desa yang sudah dilatih untuk mengenali masyarakat yang mungkin menunjukkan gejala TB. Setelah terindentifikasi maka akan dilakukan pemeriksaan sesuai prosedural dan pengobatan sampai tuntas. Pada anak, penyakit TB bisa dicegah salah satunya dengan imunisasi BCG. Vaksin ini diberikan sebelum usia dua bulan, bila sudah lewat usia 3 bulan belum diimunisasi BCG,  maka harus terlebih dahulu dilakukan uji tuberkulin. Bila uji tersebut negatif baru diberikan vaksin BCG akan tetapi bila hasil uji tuberkulin positif maka imunisasi BCG tidak diberikan lagi, dilanjutkan pemeriksaan lebih lanjut tentang infeksi TB pada bayi/anak tersebut. Efek proteksi vaksin BCG ini timbul 8-12 minggu setelah imunisasi. Imunisasi BCG efektif terutama untuk mencegah TB paru, TB Milier, TB selaput otak, TB Tulang Belakang. Jadi tunggu apalagi, mari bawa bayi bayi kita untuk imunisasi BCG sehingga dapat mencegah TB. Walaupun imunisasi ini tidak mencegah 100 % kejadian TB akan tetapi sangat efektif terutama untuk mencegah TB yang berat. Para orang tua jangan sampai terpengaruh dengan berbagai kampanye hitam tentang imunisasi. Kesehatan anak anak kita jauh lebih penting.

1 komentar:
Write komentar

Tertarik dengan kegiatan dan layanan informasi yang kami berikan?
Anda dapat memperoleh informasi terbaru melalui email.